****
Jika bukan dirimu, bagaimana aku bisa bahagia lagi di tengah-tengah rasa sakit ini?****
Weni mendongak ke atas. Menatap sebuah gedung besar dengan dua lantai yang ada di depannya sekarang. Sebuah gedung dengan warna merah muda yang mendominasi, dengan banyak kaca besar yang menampilkan kegiatan di dalamnya. Sebuah salon. Ya, Weni memutuskan mendatangi tempat ini.
Pagi ini, menjadi kesempatan Weni untuk keluar dari rumahnya setelah memastikan Wendy sedang pergi bersama teman-temannya ke rumah Saga dalam waktu yang cukup lama. Sampai sore. Weni rasa, selama itu cukup untuk melancarkan rencananya untuk .... mendatangi sebuah gedung Salon ini, yang Weni lihat di internet sedang membuka lowongan pekerjaan.
Benar. Bukan hal yang aneh, Weni hanya ingin bekerja tanpa sepengetahuan putrinya untuk saat ini. Meskipun ia tahu kondisinya belum begitu stabil sekarang, namun setidaknya Weni sudah mampu bersosialisasi lagi dengan orang-orang. Membuat Weni semakin yakin untuk .. melamar kerja di tempat ini.
Bukan tanpa alasan Weni melakukan ini. Weni telah memikirkannya bahwa ... ia rasa, ia harus segera keluar dari club tempatnya bekerja sekarang. Semua itu ... demi putrinya yang telah berkali-kali menyuruhnya untuk keluar. Hanya saja, Weni saat ini sedang terikat kontrak hingga Weni harus melunasinya dulu hingga benar-benar keluar. Setelah selama ini, ia tidak masuk kerja dengan alasan sakit.
Weni tak ingin memberi tahu Wendy tentang ini. Karena itu, Weni berusaha untuk mencari uang sendiri. Kali ini ... dengan cara yang lebih benar.
Weni membulatkan tekadnya, sembari mengeratkan pegangannya pada sebuah tas jinjing di tangan kanannya. Kemudian melangkah memasuki Salon yang sedang ramai itu. Sejauh matanya memandang, Weni hanya melihat banyaknya perempuan mulai dari muda-mudi, hingga Ibu-Ibu yang bisa Weni pastikan bahwa mereka adalah istri orang-orang berpengaruh.
Weni tersenyum tipis. Mereka ... terlihat bahagia ya?
"Maaf, ada yang bisa saya bantu, Kak? Ingin spa, creambath, atau?" Tanya seorang perempuan berseragam merah muda pada Weni.
Weni menoleh, tersenyum kikuk. "Maaf sebelumnya. Panggil Ibu saja, ya. Saya punya anak yang sudah SMA."
"Oh?" Perempuan itu menutup mulutnya. Memperhatikan Weni dari bawah hingga atas. Sungguh, Weni yang berada di hadapannya ini tidak terlihat seperti seorang perempuan yang terlihat memiliki anak SMA. Dengan wajah cantik, muda, dan mulus itu ... apakah tidak salah?
"Maaf, Bu. Saya tidak tahu. Ada yang bisa saya bantu, Bu?" Sahut perempuan itu, dengan tundukan sopan.
"Saya dengar, salon ini sedang mencari pegawai baru. Benar?" Tanya Weni, menatap sekeliling.
Perempuan itu mengangguk cepat. "Iya Kak! Eh, maksud saya, Ibu. Benar, Bu. Salon kami sedang membuka lamaran pekerjaan."
"Saya ingin melamar pekerjaan disini. Apa saja." Weni tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sugar Boy
Teen Fiction[On-Going | 15+] Genre : Young Adult, Teenfiction, Romance, Comedy, Psikologi. Tentang seorang gadis tangguh yang berusaha bertahan hidup di tengah-tengah perjuangannya mendapatkan cinta dari seorang laki-laki yang memiliki senyum semanis gula yang...