六十三 | LDR #2

1.2K 341 83
                                    

A chapter left
Jangan lupa vote ya
1 vote = happy ending

Jas praktik yang sejak tadi melekat di tubuh, perlahan kulepaskan dan kusampirkan ke kepala kursi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jas praktik yang sejak tadi melekat di tubuh, perlahan kulepaskan dan kusampirkan ke kepala kursi. Setelahnya, aku bergegas keluar dari bilik periksa untuk menuju musholla rumah sakit. Pada waktu ini, aku akan melaksanakan ibadah sebelum makan siang bersama Elina di kantin.

Di sepanjang koridor, aku merajut langkah dengan santai. Tidak terburu seperti biasanya. Hal ini dikarenakan koridor rumah sakit tidak terlalu sepi. Jadi, tidak terasa begitu mencekam. Di sini, ada beberapa orang tengah berlalu lalang. Termasuk para staf rumah sakit yang tengah mendorong ranjang berisi pasien.

Saat melewati ruang ICU, tak sengaja mataku menangkap seorang laki-laki duduk membungkuk dengan tangan saling bertautan dan lengan menumpu di lutut. Lelaki yang mengenakan jas putih, khas seorang dokter, di sana tak lain tak bukan adalah Okta. Dokter muda itu terlihat sedang banyak pikiran saat ini. Raut wajahnya lesu, dan bibirnya terkatup rapat.

Aku yang merasa iba, mendatangi Okta. Sekadar bertanya perihal masalah lelaki itu. Yah, sebagai seniornya di rumah sakit, aku harus bersimpati padanya.

"Okta," panggilku setelah berada di dekatnya.

Ia mendongak, menatapku sejenak, lalu menegakkan tubuhnya. Okta kemudian bergeser, sedikit memberi ruang bagiku untuk duduk. Aku pun duduk di sebelahnya sambil memandangnya. Dilihat dari dekat, Okta terlihat jelas tengah dirundung banyak masalah.

"Gak makan siang?" tanyaku. Basa-basi.

Okta menggelengkan kepalanya. "Enggak, Kak. Nanti aja,"

"Keburu balik koas nanti, loh!"

"Gak masalah, Kak. Aku kalau makan gak lama,"

Aku tidak tersinggung, walau perkataan Okta menyindirku.   Sebenarnya Okta tidak menyindir. Aku saja yang sensitif. Akibat hormon kehamilan, aku terlalu mudah tersinggung.

"Omong-omong, kamu ngapain duduk sini?" aku mulai bertanya. Sebuah pertanyaan yang akan membuka jawaban utama.

"Habis jenguk Opa," jawabnya.

"Opa kenapa? Tiba-tiba masuk rumah sakit," tanyaku. Sedikit penasaran mendapati kakeknya kak Andre masuk rumah sakit.

Padahal beberapa hari yang lalu, masih terlihat baik-baik saja.

"Sakitnya tambah parah. Kemungkinan sembuh cuma sedikit," balas Okta.

"Sakit apa memangnya?"

"Tuberkulosis paru, Kak. Hasil pemeriksaan terakhir udah masuk tahap ekstra paru,"

Seketika rahangku terkatup rapat. Tidak menyangka kalau kakek menyebalkan itu terkena penyakit tuberkulosis paru. Apalagi sudah masuk tahap ekstra paru, yang berarti infeksinya sudah menyebar ke organ lain. Kupikir kakek itu sehat-sehat saja, ternyata sedang sakit.

Holo ft Changbin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang