十三 | Ponsel yang Disadap

3.1K 674 184
                                    

Siang ini begitu terik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Siang ini begitu terik. Matahari bersinar cerah, bahkan terlalu cerah, sehingga suhu lingkungan naik. Akibatnya rumah sakit terasa panas dan pengap seolah sedang berada di gurun. AC maupun kipas angin yang terdapat di sana tampaknya tidak sanggup untuk mengimbangi kenaikan temperatur saat ini. Kondisi yang sedang terjadi sekarang tampaknya seperti percobaan panas neraka versi ringan.

Orang-orang di rumah sakit pergi ke lobi IGD untuk mendapatkan AC. Sebagian perawat yang harus jaga, menggunakan kipas angin mini agar peluh tidak turun deras layaknya hujan. Sebagian yang lain menggunakan kertas atau topi untuk dijadikan kipas, dan mencari tempat bernaung agar tidak kepanasan. Sepanas itu siang ini sehingga orang-orang butuh angin untuk mendinginkan tubuh mereka.

Namun, ketika semua orang berlindung dan mencari temperatur rendah, aku nekat keluar dari gedung. Aku tanpa payung atau topi dan kacamata, berlari menuju kantin yang letaknya cukup jauh dari IGD. Aku sengaja berlari supaya lekas sampai dan tidak meleleh karena diterpa cahaya matahari yang terik.

Sungguh, aku sedang terpaksa ke sana karena seseorang ingin menemuiku. Pada siang terik begini, seseorang memaksa bertemu karena ada hal penting. Dia adalah kak Diandra, kakak sepupunya mas Bintang.

Mataku beredar di dalam gedung kantin setibanya di sana. Pemandangan wanita yang menggunakan baju berbahan tipis sampai branya terlihat di sebuah kursi, tertangkap olehku selang beberapa saat. Ia sedang duduk manis sambil menyeruput minuman berwarna kuning dari sebuah gelas. Aku lantas menghampirinya.

"Lama?" tanyaku setibanya di hadapan wanita yang lebih tua dariku.

"Sepuluh menit yang lalu," jawab kak Dian dengan sedotan di sudut bibirnya.

Aku mengulas senyum tidak nyaman ke arahnya. Aku telah membuatnya menunggu cukup lama. Namun, sejatinya bukan keinginanku terlambat hadir. Tadi mama sempat meneleponku, bertanya tentang usia kehamilanku. Mama riweuh sendiri di telepon sampai memakan waktu lama. Beliau memberikan banyak wejangan terkait ibu hamil muda.

Mungkin Elina (anak nomor duanya mamaku) telah memberi tahu kebohonganku kepada mama. Alhasil mama percaya saja kalau aku sudah mengandung anak mas Bintang. Nyatanya itu hanyalah sebuah penipuan.

"Maaf, tadi masih ada kepentingan," aku menjawab seraya mendudukkan diri di hadapan kak Dian.

"It's okay. Aku cukup menikmati hari. Gak usah minta maaf." tukasnya.

Aku mengiyakan ucapannya sembari menunggunya selesai minum. Aku menatap ke arah luar jendela-kebetulan kami duduk agak dekat dengan jendela. Dari bingkai kayu tersebut aku dapat melihat betapa teriknya sinar yang mengenai tanaman. Cahayanya begitu terang dan langsung mengenai dedaunan pada tanaman pagar itu. Andaikan sang tanaman bisa bersuara, pasti mereka menjerit kesakitan karena sengatan sinar matahari siang ini.

Aku saja mengeluh kepanasan walau tidak terkena langsung. Apalagi tanaman itu yang menerima sengatan matahari tanpa perantara apapun.

Puas memandangi tanaman itu, aku kembali fokus dengan kak Dian. Wanita berwajah cantik dengan mata bulat, hidung mancung, dan bibir ranum itu tengah mencari sesuatu di dalam tasnya. Tak berselang lama, dirinya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dan sebuah tabung berisikan pil putih. Aku cukup familiar dengan dua benda yang kini disodorkan olehnya padaku.

Holo ft Changbin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang