四十八 | Perdebatan

1.2K 362 96
                                    

Keinginanku makan bakso bakar harus ditunda karena kami pergi ke rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keinginanku makan bakso bakar harus ditunda karena kami pergi ke rumah sakit. Akibat Rani menangis di telepon karena keguguran, aku dan mas Bintang menjenguknya di sana. Aku bisa saja tidak ikut dan masak bakso bakar sendiri di rumah, tetapi rasa kasihanku pada Rani muncul ke permukaan. Aku sebagai perempuan, tentu bisa merasakan apa yang Rani rasakan sekarang.

Meski ia keterlaluan kemarin padaku, dia masih perempuan.

Tak butuh waktu lama, kami tiba di rumah sakit. Mas Bintang turun terlebih dahulu dari mobil dan berlari ke IGD, meninggalkanku sendirian di mobilnya. Aku tahu dia panik karena kehilangan calon anaknya juga, tapi bukan berarti harus meninggalkanku sendiri. Sambil mendengus, aku turun dari mobilnya. Kukunci mobil lelaki itu, lalu menyusulnya ke IGD.

Masuk ke IGD, aku disambut suara isak tangis dari salah satu bilik. Kemudian disusul keluarnya Wildan dari bilik itu. Biasanya Wildan tersenyum atau menyapaku. Namun, kali ini berbeda. Ia muram, dan bahkan melewatiku begitu saja. Aku berdecak pelan, memutuskan tidak jadi ke bilik itu untuk menjenguk Rani. Aku keluar, menemui Wildan. Ia duduk di bangku depan IGD sambil menundukkan kepalanya.

"Wil," panggilku.

Ia menengadah, menatapku. "Ah, ibu. Enggak masuk?"

"Enggak. Di sini aja, deh," kataku sambil berjalan mendekati Wildan. Aku pun duduk di dekatnya.

Eh, ini aku salah lihat atau memang benar, ya, pipi Wildan bengkak sebelah?

"Ibu enggak sakit hati? Di dalam sana..." Wildan meragu, dan berhenti bicara.

"Sakit, sih. Tapi mau gimana? Rani masih istrinya mas Bintang. Aku enggak berhak larang dia ketemu istrinya," balasku.

Wildan sedikit terkejut. Mungkin dia terkejut karena aku sudah tahu.

"Sama. Saya juga sakit hati, Bu. Tapi enggak bisa apa-apa. Rani gak mau ditemenin saya, padahal saya yang bawa dia ke rumah sakit," katanya. Terdengar pilu.

"Kamu cinta Rani, ya?" tebakku.

"Sangat. Saya terlalu mencintainya,"

Wildan mengulum bibirnya. Ekspresinya terlihat begitu sedih. Ya, tentu sedih. Sudah kepalang cinta, tapi yang dicintai tidak tahu diri. Kasihan Wildan. Salah mencintai orang dia.

Aku mengusap bahunya, berusaha memberinya ketenangan.

"Kata dokter, usia kandungan Rani baru sepuluh minggu. Kandungannya lemah karena Rani kurang nutrisi dan kebanyakan stres. Dia keguguran sekitar satu jam yang lalu. Dokter bilang kondisi Rani buruk makanya janinnya enggak bisa bertahan. Rani sendiri juga baru tau kalau hamil," Wildan mengubah topik pembicaraan terkait kondisi Rani.

Sepuluh minggu? Wah. Masa itu aku belum tahu soal Rani. Pasti mereka bikin anaknya saat aku tidak di rumah atau sedang malas melayani mas Bintang.

Ah, iya. Dulu aku pernah membuatnya puasa hubungan intim selama sepuluh hari.

Holo ft Changbin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang