十五 | Pintu yang Terbuka

3K 743 294
                                    

Ini muk konplik
Aws kelen ga vote ntar aq gigit


Mataku bergerak resah ketika menatap layar monitor di depanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mataku bergerak resah ketika menatap layar monitor di depanku. Pasalnya, layar itu sedang memperlihatkan gambaran uterusku dalam tampilan dua dimensi. Gambarannya memang tidak terlalu jelas, tetapi mampu menyedot perhatianku seluruhnya. Semuanya, bahkan sampai membuat rasa geli akibat probe yang digerakkan dokter spesialis kandungan di depanku, perlahan tidak terlalu terasa. Gambaran itu mampu membuatku gelisah setengah mati.

Sebenarnya sekarang aku sedang menjalasi tes USG kandungan di rumah sakit lain. Aku terpaksa menjalani tes ini karena desakan mas Bintang. Lelaki itu dari kemarin mengajakku periksa kandungan. Ia kukuh sekali mengajakku pergi ke dokter. Alhasil aku terpaksa menyetujui keinginannya hari ini, tepat setelah sholat maghrib. Aku bersama mas Bintang pergi ke rumah sakit di kota tempat mas Bintang tinggal. Sengaja memilih ke sana lantaran papa mertua ingin kita mengunjunginya juga malam ini.

Kembali padaku yang tengah terbaring di ranjang periksa. Aku dibuat mati kutu dengan monitor itu. Bukan karena dokter yang memeriksaku tampan sekali, melainkan karena aku takut ada gumpalan bernama embrio.

Yah, aku takut alibiku dan pemikiranku menjadi kenyataan. Namun, terlepas dari itu semua, aku takut alibiku diketahui oleh mas Bintang secara langsung. Live istilahnya

Pada saat aku sedang menatap monitor dengan penuh ketakutan, sebuah tangan hinggap di kakiku. Tangan itu mengusap pelan kakiku yang tidak tertutupi oleh rok. Pelakunya tak lain tak bukan adalah mas Bintang.

"Bagaimana, Dok? Udah ada?" Mas Bintang bertanya pada sang dokter ini. Tatapannya entah mengarah ke mana. Aku ganti menatap mas Bintang sejenak, kemudian menatap layar kembali.

"Ini...rahimnya masih kosong, Bu, Pak. Belum ada isinya. Bu Aira belum ada tanda-tanda hamil," jawab dokter yang bernama Farel ini.

Aku melongo sesaat. Entah lega, entah bimbang. Ah, sial. Alibiku terbongkar.

"Benarkah? Kemarin istri saya udah ada tanda-tanda hamil katanya," mas Bintang kembali berujar. Ujarannya membuat benakku tidak nyaman. Rasanya campur aduk.

Satu sisi alibiku tidak terjadi—itu membuatku merasa senang—satu sisi alibiku terbongkar dengan tidak elitnya. Ini nantinya akan membuat mas Bintang marah sampai rumah. Kenyataan ini akan membuatnya naik pitam. Aku harus menyusun banyak alibi lagi nanti.

"Bu Aira sudah telat haid apa belum?" tanya dokter Farel padaku.

"Belum, Dok. Bulannya datang lagi minggu depan," jawabku agak gugup. Seingatku aku akan menstruasi tanggal 5, minggu depan.

"Hm...di sini belum ada. Rahimnya masih bersih. Belum ada embrio," kata dokter Farel. "mungkin masih belum ketemu, Bu, atau telur sama spermanya belum cocok gitu. Terus tanda-tanda kehamilan Bu Aira mungkin karena masuk angin saja." imbuhnya.

Holo ft Changbin ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang