Rabu Rindu [7]

59 19 1
                                    

Langit mulai menguning disaat Malik dan Naya sudah sampai di tempat tujuan.

"Ayok turun, Nay. Kita udah sampai," ucap Malik seraya turun dari motornya.

"Kita nggak salah alamat 'kan, Lik?" tanya Naya.

Pemberhentian terakhir yang paling membuat Naya terkejut. Bukan hanya sekedar terkejut, tapi jantung gadis itu juga mulai berpacu dengan cepat. Perasaan tidak enak juga mulai menyerangnya.

Malik menggeleng. "Ayok," ajaknya seraya meraih tangan Naya.

Naya seperti orang linglung. Semakin mereka berjalan masuk, detak jantung gadis itu semakin menggila.

Mereka telah melewati gerbang masuk. Setelahnya terlihat banyak sekali gundukan tanah. Ada yang masih berwarna merah, ada yang sudah dipenuhi rumput hijau, ada pula yang masih segar dengan taburan bunga di atasnya.

Ingin rasanya Naya bertanya sekali lagi apakah ini memang tempatnya? Namun lidahnya seolah kelu, dia hanya bisa terdiam seraya mengikuti langkah Malik.

Satu hal yang kini memenuhi pikiran Naya, apa Radit sudah meninggal?

Ketika Naya memikirkan itu, jantungnya semakin tidak karuan. Entah kenapa tiba-tiba matanya pun mulai memanas.

"Lik," ucap Naya seraya sedikit menarik baju lelaki itu. Seolah menyuruh Malik untuk berbalik ke arahnya.

"Iya Nay, kenapa? Lo takut?" tanya Malik.

Naya menggeleng. Gadis itu tidak takut, hanya saja entah kenapa dia merasa khawatir.

"Em ... itu ... Radit ... " Bibirnya kembali kelu. Naya kembali mengulum bibir. Meskipun sebenarnya dengan kedatangan mereka ke sini itu sudah sangat jelas menunjukan kalau Radit telah meninggal. Tapi tetap saja, Naya ingin memastikan hal itu.

Seolah paham dengan maksud Naya. Malik pun tersenyum lalu berkata, "iya Nay, rumah Radit udah pindah ke sini."

Deg ...

Mendengar itu, jantung Naya kembali tidak karuan. Ternyata benar dugaannya. Naya melihat tepat ke arah mata Malik. Meski Malik menerbitkan senyumnya, tapi Naya masih bisa melihat luka di sana. Naya merasa perkataannya barusan membuat Malik kembali bersedih.

Naya kembali menunduk. "Maafin aku, Lik."

Jempol Malik mengelus tangan Naya yang masih ia genggam. "Lo nggak usah minta maaf. Lagian ini salah gue karena nggak ngasih tau lo dari awal."

Naya sedikit terheran, kenapa Malik menyalahkan dirinya? Baru saja ingin bertanya Malik terlebih dahulu bersuara. "Kita lanjut jalan lagi, ya?" ajaknya.

Naya menghela napas kemudian mengangguk.

Mereka kembali melangkah dengan tangan yang masih bertaut. Setiap langkah yang Naya lewati, entah kenapa terasa begitu berat. Jantungnya juga semakin berpacu dengan cepat.

Ini kenapa aku deg-degan banget, sih?

Radit dan El bukan orang yang sama 'kan?

Ketika memikirkan hal terakhir, jantung Naya semakin berdetak cepat. Dia menggelengkan kepala. Nggak, Radit dan El bukan orang yang sama, pikirnya mencoba menenangkan hatinya sendiri.

Langkah Malik berhenti, sepertinya mereka sudah sampai di rumah baru Radit.

Malik melirik ke arah samping. "Nay, kita udah sampai," ujarnya. Tangan Malik melepas genggaman yang sedari tadi tertaut. Tangannya beralih meraih buket bunga yang di pegang Naya.

Naya masih sedikit melamun. Jantungnya kembali berdebar saat melihat gundukan tanah yang menjadi tujuan mereka.

Malik berjongkok di samping makam itu, tangannya bergerak membersihkan rumput liar di atasnya.

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang