Senyuman yang Tersembunyi

44 5 0
                                    

"Lihat," Hery melempar lembar nilai milik kakak sepupunya ke depan wajah Natasya, "bahkan disaat sibuk bantu kerjaan Papa, Niko masih bisa dapat nilai sempurna."

Wush ....

Kali ini lembar nilai miliknya yang sang ayah lempar. "Ini apa hah?! Kamu yang hanya belajar saja cuman dapat nilai segini? Memalukan."

Natasya terdiam, kepalanya semakin menunduk dalam. Tangannya meremas kuat rok abu-abunya, menyalurkan semua emosi yang tengah dia rasa.

"Memang benar, Niko lebih pantas menjadi penerus daripada anak tak berguna seperti dirimu." Kalimat menusuk ini menjadi penutup ceramah panjang lebar dari sang ayah. Sebelum akhirnya lelaki paruh baya itu pergi ke kamar dan membanting keras pintunya.

Tes ....

Tanpa bisa dibendung lagi, air mata Natasya lolos. Dia lelah, amat sangat lelah. Sejak kecil selalu dibandingkan dengan kakak sepupunya itu. Sebenarnya dia tidak marah dengan Niko, dia senang jiga Niko yang akan mengambil alih perusahaan keluarganya nanti. Dia bisa terbebas dari kegiatan membosankan mengurus kantor. Karena sejak kecil, dia bercita-cita menjadi dokter anak. Namun sayangnya, kebahagiaan Natasya berbanding terbalik dengan Hery. Melihat Niko yang begitu jenius, dia memaksa Natasya untuk sepertinya. Karena bagaimanapun Natasyalah anak kandungnya, dia ingin anak gadisnya yang menjadi penerus, bukan sang sepupu.

Merasa pengap dengan suasana rumah, Natasya segera berlari ke luar. Dia butuh udara segar untuk membuatnya tenang. Berlari dan terus berlari, tidak ada tujuan yang jelas. Dia hanya mencari tempat sepi, tenang, dan sejuk untuk sepuasnya.

Bugh ....

Terlalu fokus berlari tanpa disadari kakinya tersandung batu hingga membuatnya terjatuh. Natasya terdiam, tangisnya semakin pecah. "Apa aku sepayah itu? Sampai berlari saja aku tidak mampu."

Natasya menggeleng keras. "Nggak, aku nggak payah." Mengabaikan lututnya yang terluka, gadis itu kembali berdiri, melanjutkan langkahnya yang masih tanpa arah. Beruntung malam ini sangat sepi, ntah karena memang sudah larut malam atau memang musim dingin membuat orang-orang malas keluar malam hari. Apapun itu, Natasya sangat beruntung. Karena tak ada yang melihatnya ketika sedang mengenaskan.

Bugh ....

Untuk kedua kalinya Natasya terjatuh, kali ini jalanan yang cukup rusak sehingga membuat lututnya semakin terluka. Gadis itu meringis pelan, kembali mengabaikan rasa sakit dan memilih segera berdiri.

Bugh ....

Lagi-lagi gadis itu terjatuh, membuat dia merutuki dirinya sendiri. "Payah, payah, aku memang payah," makinya dengan tangan yang mulai memukul kepalanya. Sudah tak ada air mata, bukan lagi kesedihan, kini terganti rasa kesal dan kecewa akan dirinya sendiri.

Hap ....

Seseorang menahan tangan mungil yang akan kembali memukul diri sendiri. Natasya terkesiap, dia langsung mendongak untuk melihat siapa yang menahannya. Matanya membola, dia mendengus sebal lalu berusaha menghempas kasar tangan yang menahannya. Sialnya tidak berhasil, usaha Natasya sia-sia. Tangan sang lawan masih setia menahannya. Merasa lelah, Natasya berhenti melawan dia memilih memalingkan wajahnya, enggan menatap sang lawan.

Setelah sang gadis tenang, sang lelaki melepaskan cekalannya. Dia berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Natasya. Kedua tangannya memegang bahu sang gadis, lalu membawanya ke dalam pelukan sang lelaki, memberi kehangatan di tengah dinginnya malam.

Tak disangka, tangis Natasya kembali pecah. Dalam dekap hangat sang lelaki, Natasya mencurahkan semua kesedihannya. Dengan lembut, lelaki itu mengusap pelan punggung rapuh sang gadis. Menenangkan sekaligus menguatkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang