Terimakasih Janu

149 18 0
                                    

Naraya

Januar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Januar

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

Hembusan angin yang menusuk tulang membuat beberapa orang menggosokkan kedua telapak tangan, sekedar mencari kehangatan dari pergesekan kulit. Cuaca pagi ini memang lebih dingin dari biasanya. Bekas hujan semalam juga membuat udara sekitar menjadi sejuk dan dingin. Sebenarnya kondisi seperti ini sangat cocok jika hanya berdiam diri di kamar, berbalut selimut, ditemani secangkir cokelat panas dan serial drama kesayangan. Namun sayangnya, kewajiban di hari kerja membuat orang-orang dengan terpaksa menjalan rutinitas seperti biasa.

Karena sudah memprediksi cuaca pagi akan sedingin es, ada beberapa orang yang sudah bersiap dengan jaketnya. Termasuk dengan siswa SMA yang tengah bersandar di tiang penyangga halte.

Siswa SMA itu bernama Januar Jayandra atau yang lebih akrab disapa Janu, lelaki tampan berlesung pipi yang telah memakai jaket denim sejak berangkat. Dia tengah bersandar dengan gusar, matanya beberapa kali melirik jam tangan yang melingkari tangan kirinya. Sekedar memastikan jika waktu bis datang masih sedikit lama.

"Na, kamu kemana sih. Ini udah mau jam setengah tujuh." Janu semakin gelisah saat angka 06.20 tertera di jam tangannya.

Janu melirik sekitar, memastikan jika temannya sudah terlihat atau belum. Tapi nihil, orang yang dia cari belum menampakkan batang hidungnya.

Kegelisahan Janu kini berubah menjadi rasa cemas. Dia khawatir, tidak biasanya temannya itu datang terlambat, selain ketika orang tuanya pulang. "Kamu nggak terluka lagi kan, Na?" Janu bermonolog dengan lirih. Dia menghela napas, menundukkan kepala, lalu berdoa agar rasa cemasnya hanyalah sekedar rasa cemas tanpa pembuktian.

"Bis nya belum datang, Jan?" Pertanyaan dari seseorang yang baru saja datang itu membuat Janu menegakkan kembali kepalanya, memandang perempuan mungil yang berdiri di sampingnya dengan sedikit membungkuk dan mengatur napas. Sepertinya perempuan itu baru saja berlari.

Kekhawatiran Janu semakin tinggi. Dia meraba saku tas nya, tapi nihil, dia tidak mendapati botol air minum di sana. Ah, dia lupa, sebenarnya dia memang tidak pernah membawa minum ke sekolah. Matanya kini menelisik sekitar, mencari pedagang asongan yang mungkin ada di sana. Matanya berbinar, saat di seberang sana dia melihat pedagang yang dia cari.

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang