Senyuman yang Tersembunyi

50 6 0
                                    

Suasana sekolah di pagi hari sudah sewajarnya amat sangat berisik. Meskipun notebene-nya sebagai tempat belajar, di pagi hari sudah rutin menjadi tempat bergosip, nongkrong, main gitar, atau bahkan karaoke. Koridor kelas 10 yang awalnya sangat ramai seketika hening dikala seorang gadis berjalan di sana membelah keramaian. Nahas-nya, bukan tatap kagum yang dia terima, melainkan sorot kebencian yang menimbulkan bisik-bisik tak suka tentang dirinya.

Natasya Arunika tidak perduli, dia tidak terusik dengan gosip apapun tentang dirinya. Langkahnya tetap tegas, dengan wajah dingin tanpa ada sedikitpun senyuman.

Di lain tempat, tanpa seorangpun sadari, ada seorang siswa yang menatap lekat gadis itu. Tatapannya sayu dengan menyiratkan rasa rindu yang amat mendalam. Kapan kamu kayak dulu lagi, Nana.

--------

Bel istirahat menjadi lantunan terindah bagi para murid, dengan gembira mereka bergegas ke kantin untuk menuntaskan rasa laparnya. Tak terkecuali dengan Natasya, walau tanpa ekspresi, di dalam hatinya dia juga menanti waktu istirahat. Bukan kantin, tapi taman belakang yang menjadi tujuannya.

Gadis mungil berwajah dingin itu mendudukan diri di bawah salah satu pohon. Matanya terpejam dengan napas yang mulai teratur lembut seiring jiwanya yang mulai pindah ke alam mimpi.

Sialnya baru sepuluh menit beristirahat, mata sang gadis terpaksa terbuka saat merasakan dingin di area pipinya. Dia menghela napas, nampaknya sang sahabat lah pelakunya.

"Ganggu aja sih, lo," ujarnya dengan tangan yang segera mengambil alih minuman dari tangan Karel.

Pemuda itu mengangkat bahu acuh, memilih untuk duduk di samping sang gadis. Dengan cekatan dia mengeluarkan beberapa snack di dalam kantong plastik yang dia bawa. "Lo juga butuh makan, bukan cuman butuh tidur. Biar tambah tinggi, bukan tambah pinter doang."

Walau tidak nyambung, tapi Natasya tidak perduli. Ucapan Karel seolah masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Makanan yang Karel bawa lebih menggiurkan daripada ucapannya.

"Jangan kebanyakan makan snack, nanti lo ikutan bodoh kayak Karel. Makan ini aja," ujar Sandi menyodorkan roti lapis kepada Natasya.

Karel mendengus tak suka. "Apa sih cowok aneh, urus aja sama capung-capung lo."

Sandi mendelik, kemudian membalas, "lo aja yang pergi, urus noh boneka-boneka lo itu."

Karel mendelik, matanya langsung memancarkan aura peperangan kepada sang lawan. Sandi tak gentar, dia membalas tatapan maut dari Karel.

"Hahahaha." Tawa Natasya yang seketika membuat kedua teman lelakinya mengalihkan pandangannya. Seulas senyum pun terbit di wajah mereka. Tak lama mereka juga ikut tertawa, tak ada lagi aura saling perang di sana.

"Kalian tuh ya, lucu banget sih. Jangan akur dulu please."

Sandi tertawa kecil, dia langsung duduk di samping kanan Natasya. "Gue kangen ketawa lo, Na."

Di samping kiri, Karel mengangguk setuju. "Lo harus lebih sering ketawa, Na. Biar muka lo ada manis-manisnya, nggak sepet doang."

"Makanya jangan akur dulu, biar gue bisa terus ketawa," balas Natasya dengan sembarang. Tangannya meraih roti dari Sandi dan snack kentang dari Karel.

"Kalau kita berantem, ntar lo yang pusing harus milih salah satu dari kita," jawab Karel seraya memakan keripik singkong yang dia bawa.

Natasya mengangguk setuju, kalau kedua sahabat lelakinya bertengkar serius justru dia yang pusing dan tidak akan ada kedamaian lagi dalam hidupnya.

"Gue kangen masakan lo juga deh, Na," ujar Karel yang berhasil membuat Sandi berdecak kesal.

"Lo mau ngerepotin Nana? Dia aja tiap malem bisa tidur jam 1 atau jam 2, datang ke sekolah tepat waktu aja syukur."

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang