Ini Akhirnya. ✔️

51 5 0
                                    

Malam semakin larut, kegiatan Melvin dan Runa juga sudah berakhir ketika jam menunjuk angka sebelas. Keduanya segera pulang, apalagi besok pagi Runa harus berangkat ke rumah eyang dari pihak ayahnya.

"Abis masuk langsung tidur, mandinya besok pagi aja, ya," perintah Melvin saat keduanya berada di depan gerbang rumah Runa.

Runa memberi hormat. "Ay ay captain."

Melvin terkekeh, lalu mengusak rambut Runa dengan gemas. "Dah, masuk gih. Aku liatin, baru nanti aku pulang."

"Masuk sekarang, nih?" tanya Runa yang terlihat enggan untuk berpisah.

Masih dengan tawanya, Melvin kembali menggoda gadisnya, "kenapa sayang? Masih kangen aku hmm?"

Runa memalingkan wajahnya, ntah kenapa dia malah merona. Tak kuasa melihat sang gadis yang semakin imut di matanya, Melvin mendekat dan membawa Runa ke dalam pelukannya. Tangannya mengusap lembut surai hitam sang gadis.

Tak ada percakapan, keduanya hanya saling membagi kehangatan di bawah cahaya rembulan. Walau terlihat tenang, tapi tidak demikian dengan kondisi hati mereka. Jauh di dalam hati keduanya, rasa bimbang kembali menghampiri. Akankah ini menjadi malam terakhir mereka? Ataukah mereka masih bisa bersama?

"Nana janji akan wujudin keinginan Mami. Mami harus bangun dan ikut bahagia buat Melvin."

Mata Runa memejam kuat, mengingat kembali sepenggal kalimat yang tadi dia ucapkan kepada ibu dari sang kekasih. Rasanya dia ingin menangis, janji dan keinginannya malam ini mulai bertolak belakang.

Secara perlahan pelukan Runa mulai terlepas, dengan susah payah gadis itu mengatur napas setenang mungkin. Di depan lelakinya, dia tidak boleh terlihat ragu, jika tidak janji tadi siang tidak akan terwujud. Ya, dia tidak boleh egois. Bagaimana pun, mereka tidak akan bisa bersama.

Saat pelukan terlepas, tangan Melvin beralih mengusap lembut pipi sang gadis seraya berkata, "aku sayang sama kamu, Na."

Mata Runa memejam sejenak, merasakan kehangatan tangan Melvin di pipinya. Setelahnya Runa meraih tangan Melvin dan menggenggamnya. Ada jeda satu tiga puluh detik sebelum Runa berkata, "kita selesai sampai malam ini, ya."

Bagai tergores seutas benang, walau halus tapi tetap membuat luka. Kalimat Runa terdengar sangat halus dan tenang, namun mampu membuat hati Melvin remuk tak berbentuk.

"Na, jangan bercanda," Melvin mulai sedikit panik, tanpa sadar dia balik menggenggam tangan Runa dengan sangat kuat hingga membuat gadisnya sedikit meringis, "siang tadi kamu bilang kita akan tetap menjadi kita." Melvin sungguh tidak terima dengan perkataan sang gadis.

"Siang tadi masih ada kita, tapi tidak dengan malam ini dan hari-hari berikutnya."

Tolong, Runa ingin segera masuk ke dalam rumah. Dia tidak tahan melihat mata penuh luka dari sang lelaki. "Tapi tenang aja Vin, masih ada kita kok. Tapi hanya sebatas teman?" lanjut Runa dengan penuh keragu-raguan. Sungguh, dia belum yakin bisa bertemu Melvin sebagai teman. Setelah perpisahan ini, dia justru ingin menghilang sejauh-jauhnya dari pandangan sang lelaki.

Genggaman Melvin terlepas, tenaganya seakan hilang. Pengakuan Runa menyedot sebagian energinya. Kepalanya tertunduk, dia tidak sanggup lagi menatap sang gadis. Walau setiap kalimatnya terdengar tenang, tapi mata bulat gadisnya tidak dapat berbohong. "Tapi kenapa, Na. Aku pernah bilang, kalau aku siap untuk ikut kamu. Kenapa jalan ini yang kamu pilih."

"Mami," jawaban Runa membuat Melvin kembali menatapnya, "aku nggak mau bikin Mami kecewa. Dia bukan hanya ibu kamu, Vin, dia juga ibu aku. Sama kayak kamu, sebagai anak, aku ingin melihat Mami bahagia di hari-hari terakhirnya."

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang