Rabu Rindu [Last]

119 19 0
                                    

Wanita dengan kemeja biru dan rok hitam itu tengah berdiri di depan bangunan besar bercat putih. Bibirnya masih menyunggingkan senyum manis. Tungkainya mulai melangkah masuk.

Di ruang tunggu, tidak banyak orang yang berada di sana. Senyum gadis itu semakin mengembang, itu tandanya orang-orang diluar sana sedang sehat.

Semakin dia masuk, beberapa orang dengan seragam suster menyapanya. Beberapa pasien yang memang sudah lumayan dekat dengan dirinya juga ikut menyapa.

Gadis itu memang sudah sangat dikenal di rumah sakit ini. Selain karena dia rutin berkunjung, dia juga merupakan salah satu sahabat adik kepala rumah sakit.

Langkahnya terhenti disebuah ruangan, wanita itu menghela napas kasar sebelum membuka pintu bercat cokelat itu.

Pintu terbuka, memperlihatkan enam anak yang ada di dalam. Keenam anak itu menoleh ke arah pintu, senyum ke enamnya mengembang seraya meneriakkan, "kakak cantik!"

Naya, wanita yang dipanggil cantik itu tersenyum. Kemudian melangkah masuk menghampiri mereka.

"Hai, semua. Kakak datang lagi, nih," ucap Naya saat dirinya sudah berada di tengah ke enam anak itu. "Hari ini, kakak bawa cokelat. Siapa yang mau?"

Naya memang sudah rutin menjenguk mereka di hari Rabu. Wanita itu datang dengan berbagai macam makanan.

Setelahnya terdengar sahutan ricuh dari mereka. Semuanya mengangkat tangan.

"Tenang, ya, semuanya bakal kebagian, kok." Naya menghampiri gadis kecil yang memang berada paling dekat dengan Naya.

"Jessi, ini untuk kamu. Makan, ya. Ingat, kamu harus cepet sembuh biar bisa main lagi sama kakak kamu." Naya menyodorkan satu cokelat kepada gadis itu.

Jessi tersenyum, tangannya menerima cokelat dari Naya. "Siap, kak Can, Jessi bakalan rajin minum obat," balas gadis kecil itu yang membuat Naya mengelus kepalanya.

Naya berpindah tempat ke ranjang di samping Jessi. Tangannya kembali mengulurkan cokelat. "Minggu ini kamu nggak pernah susah kalau disuruh minum obat, 'kan?"

Mark, lelaki kecil itu menggeleng. "Mark sekarang udah pinter minum obat. Walau pait, Mark paksain. Karena kata kak Can, kalau Mark nggak mau Bunda nangis lagi, Mark harus rajin minum obat."

Naya kembali tersenyum. Seperti kepada Jessi, tangan wanita itu juga mengelus kepala Mark. "Mark anak pinter."

Naya menghampiri pasien lainya. Memberikan cokelat itu, hingga kepada pasien keenam. Keenam anak itu, merasa senang karena kehadiran Naya.

Masih dengan senyum manisnya, Naya menatap keenam anak kecil itu yang memakai pakaian yang sama. Pakaian rumah sakit. Kadang Naya tidak mengerti, kenapa anak kecil seperti mereka harus sudah menderita penyakit berbahaya seperti ini?

Jika melihat mereka, Naya selalu ingat kepada El. Mungkin, dulu, El juga seperti mereka.

Naya bukan hanya sekedar membagikan cokelat, dia juga membacakan satu dongeng untuk mereka.

Saat Naya menutup buku dongengnya, tiba-tiba penglihatannya menggelep. Ada sebuah tangan yang menutup matanya.

Tangan Naya terangkat untuk memegang tangan itu. Merasakan urat-urat yang terbentuk di sana. Senyum gadis itu semakin cerah. Dia tahu siapa pelakunya.

"Malik, nggak usah iseng, aku tau itu kamu."

Tangan itu langsung terlepas dan kini penglihatan Naya kembali.

"Nggak, seru, kok kamu tau, sih, Nay," ucap Malik yang kini menyimpan dagunya di pundak Naya.

"Kita udah temenan lama, mana mungkin aku nggak tau tangan kamu."

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang