Ini Akhirnya? [3]

30 2 0
                                    

"Melvin." Suara lirih Runa membuat lamunan sang lelaki buyar, dia yang termenung segera bangkit menghampiri gadisnya yang berdiri di depan ruang inam ibunya.

"Na, semua baik-baik aja?" Melvin memegang pundak Runa dengan gelisah, sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.

Runa awalnya tersenyum tipis, sangat tipis. Lalu menunduk, membuat sang lelaki semakin khawatir.

"Na ...."

Runa segera menguasai dirinya, dia mendongak dan menampilkan senyum lebar yang sangat manis seperti biasa. Seolah beberapa detik lalu bukan sosok dirinya. "Hey ... aku abis ketemu Mami, loh. Mana mungkin Mami nyakitin aku. Nggak perlu khawatir, Sayang," ujar Runa penuh ketenangan. Tangannya mengelus pipi Melvin berusaha membuat lelakinya tenang.

"Sutttt," Runa menahan bibir Melvin yang akan kembali bicara, "masih ada kita, Vin, tenang oke?" Sungguh, Runa paham akan segala kekhawatiran sang lelaki.

Akhirnya Melvin menyerah, mencoba percaya bahwa mereka akan tetap 'menjadi kita'. Bahu Melvin melemas, cengkaram tangannya terlepas, namun dahinya dia sandarkan di pundak yang lebih rendah.

"Kamu yakin masih ada kita?" lirihnya dengan sangat pelan.

Melvin khawatir jika Runa membujuk ibunya dengan jaminan berakhirnya hubungan mereka dan mengizinkan Melvin menikah dengan gadis pilihan ibunya.

Masih ingat momen mereka di rumah neneknya Runa? Ya, pada saat itu Melvin mencoba tegar dan meyakinkan diri sendiri untuk menerima takdir pahit perpisahan keduanya, mencoba meyakinkan Runa kalau hubungan mereka tidak akan berada di titik temu bahagia bersama. Namun entah kenapa, melihat Runa yang mulai ikhlas dan 'mungkin' menjenguk ibunya dengan menawarkan perpisahan membuat dia kembali goyah dan tidak rela. Sekarang, hati sang lelaki yang tidak ikhlas dengan perpisahan mereka.

Ternyata rasa ikhlas pada pengakuan kemarin hanyalah tipuan semata. Nyatanya, saat ini dia takut kehilangan gadisnya.

Runa mengelus surat hitam Melvin. "Aku dengar di dekat taman Kids sedang ada pasar malam. Kita ke sana, yuk." Runa nggan membahas hal yang menggangu pikiran Melvin. Tolong, dia ingin membuat kenangan sangat indah malam ini.

Melvin tak bergeming, membuat Runa yang harus menjauhkan kepala sang kekasih. Kedua tangannya menangkup pipi Melvin, menatap lurus tepat ke arah mata sang kekasih yang penuh keputus asaan. "Vin, sampai kapanpun aku akan selalu sayang sama kamu. Percaya oke?"

Melvin merasa sedikit terganggu dengan perkataan Runa. Seolah mereka memang akan berpisah. Di saat akan protes, Melvin melihat binar mata Runa yang penuh keyakinan. Nggak, gue nggak boleh kecewain Runa. Setidaknya untuk malam ini, batin Melvin.

Melvin sejenak menghela napas sebelum kembali tersenyum dan menangkap radar bahagia dari diri Runa. Ya, setidaknya malam ini mereka harus mengukir banyak kenangan indah.

Senyum Melvin menular kepada sang gadis, gadisnya kembali tersenyum manis setelah sempat begitu serius untuk meyakinkan lelakinya.

Melvin mengambil alih tangan Runa menggenggamnya lalu mulai berjalan ke luar rumah sakit. Tanpa kata, keduanya fokus dengan pikiran masing-masing yang begitu rumit. Tapi senyuman tetap terpatri di bibir keduanya. Ntah senyum bahagia atau hanya kepura-puraan saja.

---------------

Kerlap-kerlip lampu di setiap mata memandang menyambut ke datangan sepasang kekasih itu. Senyum Runa begitu cerah, senyum asli yang tadi sempat hilang. Matanya semakin berbinar saat melihat penjual aromanis. "Ayok ke sana, Vin." Dia segera menarik lengan lelakinya.

"Aromanisnya satu ya, Pak." Runa memesan dengan penuh antusias. Tak luput dari pandangan Melvin, hingga membuat lelaki itu ikut tersenyum bahagia. Ya, hatinya benar-benar menghangat setelah tadi sempat bersitegang.

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang