Rabu Rindu [3]

93 24 3
                                    

"Hello, El, hari ini Una datang lagi. Apa kamu masih tidak ingin kembali? Huh kamu sangat menyebalkan, El. Kamu tau? Una datang ke sini diantar Malik, loh. Lelaki yang dulu mengantarku ke rumah Milo. Bahkan kami semakin dekat, kami sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Bahkan tersebar rumor kalau aku dan Malik berpacaran. El, apa kamu tidak cemburu? Aku harap kamu cemburu dan cepat kembali untuk mematahkan semua rumor itu. Karena Aku, Runaya Salsabilla hanya milik Raditya Elvano. Hanya El yang pantas bersanding dengan Una. Hanya El calon pacar Una. Cepat pulang, El. Una ingin segera menjadi kekasih resmi seorang Elvano."

Serentetan kalimat itu Naya tuliskan dengan rapi di secarik kertas. Setelahnya dia berdiri dan memasangkan lem di belakang kertas itu, lalu menempelkannya di dinding rumah pohon itu. Di sana sudah terdapat banyak kertas yang berisi tulisan tangan Naya. Kertas yang Naya tulis barusan, mungkin menjadi kertas ke 152 yang ia tempel.

Setelahnya Naya menghela napas kasar. "Udah tiga tahun kamu pergi, El. Kamu nggak kangen Una apa? Kenapa kamu masih belum kembali?"

Tangannya bergerak menyentuh kertas-kertas yang lebih dulu dia tempel. Kertas itu sudah berdebu lagi, padahal setiap minggunya Naya selalu membersihkannya. Agar ketika El kembali tulisan itu masih bisa di baca.

Kaki nya melangkah ke arah kiri, di dinding itu terdapat foto-foto dirinya dengan El. Dia menyentuh salah satu foto, di sana El tersenyum manis ke arah kamera. "Una rindu kamu, El. Una butuh kamu. Una mau peluk kamu. Una-" Kalimatnya tertahan karena mata bulatnya mulai memanas.

"Una ... Una sayang kamu, El." Naya menunduk, air matanya mulai berjatuhan, dadanya terasa sesak. Seperti tertusuk belati, semua rindu yang telah menumpuk seolah menghantam dada perempuan itu dengan sangat keras.

Inilah kegiatan Naya disetiap hari Rabu. Datang ke tempat rahasia milik El dan dirinya. Di sana terdapat sebuah danau kecil yang menjadi pusat di tempat itu. Terdapat sekitar lima pohon besar di sana, dan salah satunya dijadikan rumah pohon oleh El. Di sekitar danau terdapat beberapa bunga liar yang tumbuh begitu saja di sana. Pohon-pohon kecil juga mengelilingi tempat itu. Tumbuhan merambat juga ikut menutupi tempat itu. Bahkan tak jarang ada beberapa burung yang singgah di sana dan menjadikan pohon besar di sana rumah mereka. Itu semua menambah kesan alami di tempat ini.

Tempat ini sebenarnya tanah milik Faiz-Papa El. Dulu beliau ingin membuat tempat ini menjadi apartemen. Tapi tidak jadi karena El melarangnya. Dia meminta ayahnya untuk membiarkan tempat ini seperti aslinya dan menjadikannya tempat rahasia milik El dan Una.

Hingga tiga bulan sebelum kepergiannya, El membangun sebuah rumah pohon di sana. Membuat rumah itu menjadi milik mereka juga, tempat mereka beristirahat ketika lelah bermain.

Tangis Naya sudah mereda, sekarang dia tengah duduk di ujung rumah pohon ini dengan kaki yang menggantung ke bawah. "Coba kalau kamu ada di sini, El. Mungkin sekarang kita tengah main kejar-kejaran."

"Coba kejar aku kalau kamu bisa, wlee," ucap Naya seraya berlari menjauh dari El.

"Kalau aku bisa tangkap Una, Una harus traktir aku selama seminggu."

"Siapa takut." Naya kembali berlari dengan El yang masih mengejarnya.

Tangan El berhasil meraih tangan Naya. Membuat gadis kecil itu berhenti berlari.

"Una lupa ya, kalau kaki El lebih panjang," ucap El seraya tersenyum mengejek.

"Ihhhh El curang." Naya menghentak-hentakan kakinya karena kesal.

"Hahahaha asyik, seminggu ke depan uang jajan El utuh."

"Atau mungkin kita tengah belajar bareng di sini."

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang