Little

51 9 4
                                    

Minggu pagi menjadi hari paling menyenangkan bagi setiap orang, termasuk pasutri muda itu. Di pagi hari keduanya sudah berbagi tugas untuk membersihkan rumah, merapikan halaman, dan memasak sarapan. Pekerjaan rumah yang terlihat begitu banyak, menjadi sangat ringan dan menyenangkan karena dikerjakan berdua.

Setelah sarapan, agenda keduanya adalah bermalas-malasan sambil menonton televisi. Mereka butuh waktu untuk memulihkan energi sebelum bertemu dengan hari Senin. Sang istri bersandar dengan nyaman di dada bidang sang suami, dengan sorot mata yang fokus kepada benda lebar di depannya.

Di tengah tayangan serial drama, Faris merasakan sang istri bergerak gusar, seperti ada hal yang mengganggunya. Padahal dia rasa, drama episode kali ini tidak begitu membuat emosional.

Dengan lembut, Faris membelai surai hitam sang istri. "Kenapa, hmm? Ada yang buat kamu gelisah?"

Agatha mendongak, memandang sang suami dengan biar penuh harap namun masih ada keraguan, terlihat dari bibirnya yang ia gigit pelan.

Tangan Faris terulur, membelai bilang bibir sang istri. "Jangan digigit, Sayang, nanti luka," Faris tersenyum hangat, kembali menanyakan keinginan sang istri, "jadi ... kamu mau apa?"

"Bakso?" jawab Agatha namun terdengar sedikit ragu.

Faris terkekeh, kembali membekas surai sang istri lalu menjawab, "kalau cuman pengen bakso, kenapa mesti takut sih. Aku nggak akan marah sama apapun permintaan kamu, asal jangan minta aku jauh-jauh dari kamu aja. Mau bakso ya? Ayok siap-siap, kita beli ke depan."

Dengan sigap, Agatha segera duduk, namun kemudian dia menggeleng. Faris mengercit, apakah sang istri berubah pikiran?

"Bukan beli, aku mau kamu yang buat," ujar Agatha dengan sorot mata penuh harap.

Faris meringis, lalu menjawab, "duh, kamu kan tau sendiri aku nggak pinter masak. Bikin telur dadar aja gosong, apalagi bikin bakso. Aku nggak mau kalau kamu sampai keracunan gara-gara masakan aku."

Raut wajah Agatha seketika berubah, terlihat sedih dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Gelengan kecil berhasil Faris dapatnya, penolakan keras dari sang istri. "Aku maunya buatan kamu, Mas. Tadi kamu janji loh, nggak akan marah sama apapun permintaan aku."

"Aku nggak marah sayang, aku cuman khawatir takut malah nyelakain kamu." Faris mencoba memberi pengertian kepada sang istri.

Agatha kembali menggeleng. "Nggak akan celaka, nanti aku tuntun kamu buat masaknya."

Faris menghela ringan, tawaran terakhir darinya adalah, "kamu aja deh yang bikin, aku bagian belanja bahan-bahannya. Gimana?"

Tes ...

Faris panik saat melihat air mata sang istri turun dengan mudahnya, diiringi raut kekecewaan yang sangat kentara.

"Loh ... Sayang, jangan nangis." Faris dengan gagal mengusap air mata Agatha yang terus berderai.

"Kamu ... udah nggak sayang aku lagi," lirih Agatha dengan suara parau.

"Bukan gitu, Sayang. Aku ha–" belum sempat Faris menyelesaikan perkataannya, Agatha sudah berdiri dan berniat meninggalkannya.

Refleks Faris ikut berdiri, menahan sang istri untuk tetap di sana. "Oke, aku bikinin kamu bakso, tapi janji kamu yang arahin dan kalau terjadi apa-apa, jangan nolak untuk di bawa ke rumah sakit."

Dalam sekejap, raut wajah Agatha berubah, senyum kegembiraan menguasainya. Dengan penuh semangat, dia meraih lengan Faris. "Ayok belanja bahan-bahannya."

Faris menghela napas, tapi setelahnya dia ikut tersenyum. Mana mungkin dia rela membiarkan kemurungan menguasai sang istri. Walau sedikit kebingungan dengan sikap Agatha, Faris tidak ingin ambil pusing, bagaimana pun dia sudah terlatih dengan keinginan tiba-tiba dari sang istri.

Love SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang