9. Sama

1.3K 207 0
                                    

Ruang bawah tanah adalah tujuan Chryssant kali ini, dia telah diberikan wewenang untuk melakukan apa saja yang dia mau pada Aorcha itu.

Sejujurnya dia bisa melepaskan begitu saja laki-laki itu, tapi dia rasa itu tidak akan seperti Kacisea.

Siro menemaninya, walaupun dia yakin Aorcha itu tidak akan melakukan apapun padanya.

"Nona."

Perlakuan para pelayan padanya mungkin berbeda, terutama para pelayan perempuan yang kadang tidak melayaninya dengan baik. Tapi untuk para prajurit dan pelayan lawan jenis Chryssant terlihat seperti yang paling memiliki hati di rumah ini.

Dia hidup sebagai Kacisea tapi kadang hatinya terlalu lembut, ini adalah kelemahan yang paling ia benci dari dirinya. Tapi bisa dia kendalikan dengan sangat baik.

Chryssant tersenyum. Walau dia tidak secantik Mariposa tapi dia tidak sejelek itu juga. Kalau dari rumor para pelayan tentangnya dia itu seperti bunga yang lembut namun mematikan, sedangkan Mariposa seperti bunga yang mematikan tapi indah. Mereka saling bertolak belakang.

"Dia di dalam?" Chryssant meraih Siro, membiarkan ular itu melilit ditangannya.

"Dia ada di dalam, Nona." Penjaga itu mengangguk.

"Pergilah, aku mau sedikit bermain. Siro lama tidak bermain." Chryssant mengusap kepala Siro. Penjaga itu mengangguk dan berjalan pergi.

Membuka pintu tersebut, Chryssant disambut dengan sebuah cakar yang berada di depan lehernya begitu dia menutup kembali pintu tersebut.

"Aku hanya ingin bicara." Chryssant menatap mata berwarna emas dengan kilat penuh kebencian itu. "Dia agak berbahaya."

Chryssant mengangkat Siro yang terlihat tenang, hanya sibuk menjulurkan lidahnya.

Perlahan menurunkan cakarnya, laki-laki itu berjalan mundur. Mata itu agak terlihat kaget saat sadar jika rambut Chryssant ternyata berwarna putih sama dengan rambutnya.

"Kenapa rambutmu berwarna seperti itu?" Telinga serigala berwarna putih itu tampak berdiri, agaknya waspada. "Katakan!"

"Aku sejak lahir seperti ini, aku tidak tau dan sejujurnya tidak mau tau." Chryssant berjalan, meraih kursi kayu yang ada di ruangan itu dan duduk sana. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan pandangan menatap laki-laki bertelinga dan ekor mirip serigala itu. "Jadi kau murni?"

Laki-laki itu diam, hanya menatap Chryssant yang berdecak karena tidak kunjung mendapatkan jawaban.

"Kau bisu?"

Laki-laki itu menatap Chryssant. "Kau bukan bagian dari kami, kan?"

"Kalaupun aku bagian dari kalian aku tidak akan mengakui itu." Dia besar di Kacisea walau hidupnya tidak sebaik itu disini, tapi dia besar di tempat keras ini. "Kau akan jadi pelayanku."

"Hah?" Laki-laki itu menatap bingung. "Pelayan?"

Chryssant menarik ujung bibirnya. "Kau harus melayani orang yang kau benci, aku lebih menyukai penyiksaan psikis dibanding fisik." Chryssant menurunkan Siro yang melingkar dibahunya. "Kau akan melayaniku, tidak ada penolakan. Penolakan artinya mati."

"Lebih baik aku mati!" Laki-laki itu berteriak kuat, dia tidak akan sudi menjadi pelayan orang Kacisea. Keluarga terkutuk itu. "Aku tidak akan mau melakukannya."

Mengangkat bahu, Chryssant menurunkan Siro yang berjalan mendekat pada laki-laki itu. "Kau yang bilang." Siro mendekat, lalu memberikan satu gigitan di kaki laki-laki setengah serigala yang meringis.

"Kau gila?!" Laki-laki itu memegang kakinya yang di gigit oleh ular putih yang segera kembali setelah menjalankan tugasnya.

"Kau yang bilang sendiri." Chryssant terkekeh. "Dia salah satu ular berbahaya, kalau kau terkena bisanya darahmu tidak akan bisa membeku. Puncaknya.."

TAWS (4) - ChryssantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang