---
"Rin," panggil perempuan yang sibuk merapikan rambut, kakinya medekat ke arah yang dia panggil.
Arin yang tengah bersantai dengan Niko, membalikkan badan. Tidak mau ikut campur, Niko kembali ngobrol dengan bangku belakang.
"Ada apa nay?" Arin bertanya dengan mendongakkan pandangan. Melihat Nayla yang berdiri. "Main yuk, gue kangen kita bertigaan sama Jiji."
Arin mengangguk bahagia. "Boleh, kapan?"
Nayla tersenyum karena ajakannya diterima. "Nanti sore habis sekolah. Tapi kita jemput Jiji dulu. Pake mobil gue trus langsung jalan deh. Gimana?"
Arin terdiam sebentar. Jika nanti sore, dia harus kerumah Mama untuk belajar memasak dan menunggu Rangkap pulang kerja. Tidak mungkin jika dia pergi dengan teman temannya. Mama akan menunggu pasti.
"Kayaknya... Gue... Gak bisa nay, gue lagi gaenak badan, iya gaenak badan nih barusan, aduh," jawab Arin sambil pura-pura memijat tekuknya. Matanya memincing meresapi akting sakitnya.
Niko yang ada disebelah menatap Arin bingung. Baru saja dia bilang kalu dia sangat semangat, tapi sekarang bilang nggak enak badan? Kok bisa?
"Kapan-kapan deh rin, kita udah jarang banget keluar bareng, gue kangen kita bertigaan loh," rayu Nayla menggoyang nggoyangkan lengan Arin. "Ya?"
Arin yang digoyang goyang spontan menjawab. "Sorry nay, gue barusan main sama dia. Masih seminggu yang lalu."
Nayla berhenti menggoyang goyangkan Arin, raut wajahnya berubah kaget. "Oh gitu.... emmmm yaudah kapan-kapan aja. Gue juga lagi sibuk sih, kalian juga gak ajak gue kan? Ya gue gatau wekaweka."
"Gapapa kok nay. Kapan-kapan kita jalan bertiga ya kalo gue ada waktu senggang," ajak Arin tersenyum lebar. "Ajak pacar lo juga boleh, biar Niko sama Tio ada temennya,"
"Nggak juga gapapa deh, kayanya kalian berdua lebih seneng kalo nggak ada gue. Jadi mending gue gak ada aja, Have fun..." ucap Nayla lalu pergi entah kemana keluar kelas. Nada bicaranya bercampur antara sedih dan marah. Bibirnya yang semula senyum berubah mengerucut ketika pergi tadi.
Jika diingat, semenjak sekolah disini. Nayla menjadi berbeda dibanding sebelumnya. Biasanya Nayla akan heboh untuk mengajak main walaupun dia gak ada persiapan. Dan ketika tidak diajak main, dia akan mengalah untuk mengajak main lagi.
Nayla dulu pun seperti tidak punya emosi. Selalu mengedepankan teman temannya dibanding apapun. Tapi semua berbeda sekarang, dia lebih memilih dengan pacarnya atau orang lain.
"Jadi.. lo gak enak badan nih?" tanya Niko langsung mengecek suhu kening Arin. Tangannya yang mengganggu langsung dikibaskan Arin dengan kasar. Kenapa semua jadi suka megang jidat sih?
"Nggak, gue alasan aja. Tapi, gue salah nggak sih ngomong gitu?" tatapan Arin masih saja kepada pintu tempat Nayla keluar tadi. Ada yang menjanggal dan Arin tidak tau apa itu.
"Kalo lo nolak ajakan dia? Nggaklah, ngapain lo salah?" Arin berganti menatap Niko.
"Nih ya. Nayla itu juga harus tau kesalahannya. Gue aja kalo punya sahabat kayak dia gak bakal gue temenin lagi. Ngelupain sahabat demi pacar-pacar dia yang buanyak," jawab Niko menggebu nggebu.
Dari awal Niko memang tidak mau Arin berdekatan lagi dengan Nayla. Namun tak luput dia juga terkadang membantu untuk menyatukan ketiga makhluk akstral ini kalau bertengkar. Walau dia orang baru dalam circle mereka.
Arin mengangguk parau. Beberapa saat kemudian, terlihat Rangkap yang berjalan didepan kelas Arin. Tidak ada sapaan atau sekedar tolehan.
"Oiya rin. Gue jadi kangen kita main bareng. Kangen waktu ngelihat Jiji mukul Tio. Seru kan ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...