13- Teman 🌱

0 0 0
                                    

"Lo gapapa nih beneran ke rumah gue?"

"Gapapa udah ah kayak sama siapa."

"Trus mobil lo?"

Nayla menghembuskan nafas panjang. Sahabatnya ini sangatlah lemot. "Nanti diambil supir gue lah, udah ayo berangkat, gue capek pengen pulang."

Cici mengangguk mengiyakan. Nayla mulai bersiap naik keatas motor lalu memakai helm. Btw helmnya baru gais karena Nayla barusan beli online. Biasa, gapunya gitu langsung beli.

"Nay!" teriak Cici diantara berisiknya jalanan raya. Motor mereka santai diantara kendaraan lain.

Nayla yang sibuk memperhatikan sekitar tidak menggubris. Apalagi karena suara nyanyiannya yang merdu. Mengalahkan suara isyana.

"Oy nay anjrit!" teriak Cici seraya menggoyangkan motor. Berharap sang empu menjawab panggilannya.

"Ha!? Jan aneh-aneh lo mati bareng ini kita," balas Nayla dengan teriak juga. Tangannya langsung menggapai bahu Cici sekaligus mencengkramnya.

"Rumah gue jelek maapin kalo gasuka ya!"

"Ha!?" Hampir saja, karena Nayla mendekatkan telinganya kedepan membuat motor oleng dan hampir jatuh.

"Nanti aja, jatuh, mati gak lucu!"

Salah sendiri, dijalan itu ngga usa ngajak omong. Kita semua budeg kalo dijalan. Apalagi kalo pake helm. Dahlah gak denger apa-apa kecuali angin telinga.

Mereka berdua akhirnya sampai dirumah Cici. Alhamdulillah wa syukurillah selamat sentosa aman jaya. Tanpa ada kurang sedikit-pun.

"Assalamualaikum Ibuuk," salam Cici masuk rumah dengan menyimpan helm disebelah kursi ruang tamu.

Nayla yang masih canggung dan berusaha alim masih diam didepan pintu. Helm ditangannya dia peluk seperti memeluk karung beras. Seperti anak kecil yang nungguin kembalian uang, walau uangnya pas.

"Waalaikumsallam! Aden cepet cuci dibelakang itu barusan dateng!" teriak dari dalam rumah menyaut.

Cici yang udah setengah malu berlari masuk kesalah satu bilik. Terdengar beberapa cek cok dari dalam. 5 menit Nayla menunggu dengan mendengar cek cok tersebut.

"Masuk aja nay! Maafin kotor yak!" ucap Cici yang muncul dengan kepala saja dibalik tirai kamar.

Nayla mengangguk dengan senyum. Jujur pertama kali kaget sih. Kan emang Cici orangnya gak pernah berbaur dengan orang lain. Dan juga gak pernah tuh rumahnya dibuat kerkom.

Dengan kata kasarnya, Nayla gatau kalau Cici adalah anak yang pas-pas an. Tapi bisa jadi Cici anak orang kaya yang gabut tinggal di tempat sempit didalam gang seperti ini kan?

"Eh eneng geulis, hayuk hayuk masuk dulu atuh, maafin ya rumahnya kotor, ayo dudu dulu," seseorang keluar dari bilik yang sama. Disusul Cici namun dia kearah belakang. Orang itu berjalan mendekati Nayla. Nayla langsung terconnect jika itu ibunya Cici.

"Iya tante," jawab Nayla tersenyum lalu duduk. Helmnya ikut dia simpan disebelah helm Cici.

"Siapa namanya? Temennya Aden ya?"

Nayla terdiam sebentar, seakan tau, Ibu Vici mengoreksi ucapannya. "Cici. Kamu temannya Cici?"

"Nayla tan, iya temen beda kelas," jawab Nayla.

Tak lama Cici muncul dengan segelas minuman berwarna coklat. Ya itu minuman kebanggaan Indonesia, yaitu teh hangat pake es. Asli seger kok walau gaada badaknya.

"Tante kebelakang ya, jangan sungkan atuh anggap ini rumah sendiri," pamit ibu Cici kemudian pergi setelah mendapat anggukan Nayla. Berganti Cici yang duduk dihadapan Nayla sambil meringis.

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang