"Bi, Ayah udah balik?"
Belum juga Bibi menjawab, lelaki yang berasal dari kamar ujung, menampakkan hidungnya. Tangannya memijat pelipis mata dengan wajah yang sangat lelah. Setelan pakaiannya juga nampak kucel tak terurus.
"Permisi non," pamit Bibi undur diri ke dapur.
"Sarapan yah?" sapa Nayla melihat Ayahnya yang berjalan menuju meja makan.
"Masih kenyang, makan aja gapapa," jawab Ayahnya dengan duduk diseberang Nayla.
Lengkungan bibir jelas terbentuk diwajah Nayla. Respon Ayahnya yang dulu kembali lagi, tidak seperti akhir-akhir ini. Hal yang paling dirindukan Nayla telah kembali. Mendengar nada bersahabat dari Ayahnya.
"Kemarin pulang jam berapa yah?" tanya Nayla basa basi.
"Malem, paling jam 12."
"Ohhh, makin sibuk aja ya hehe," setahun sudah Nayla menunggu. Menunggu moment yang santai dan layak dilihat seperti ini.
"Iya, Mama kamu minta gono gini nya, udah dikasi minta terus buat nikahannya lah, buat resepsinya, bingung Ayah."
Nayla mulai merasa tak enak oleh perbincangan yang tidak membaik. Tapi, tak mau benar terjadi, Nayla kembali melanjutkan makan.
"Papa udah kasi 100 juta masih kurang aja, kemarin barusan dikasi 50 juta lagi ternyata malemnya minta lagi. Palingan juga si anak itu yang minta," Ayah menerima kopi buatan Bibi yang baru saja diantar.
"Anak siapa yah?" pertanyaan itu meluncur sendirinya dari bibir Nayla. Membuat tangannya memukul pelan bibirnya yang sudah lancang.
"Namanya Aden. Katanya sih udah putus, tapi masi minta uang aja, heran Ayah, suka banget sama anak kecil, masih SMA loh dia," emosi Ayah mulai menaik sedikit demi sedikit.
Sedangkan Nayla masih meneruskan acara sarapannya yang sekarang dibumbui rasa tidak enak. Aden? Siapa itu?
"Makanya nay, kalo kamu cari suami yang seumuran paling nggak lebih tua lah. Carinya nanti kalo udah waktunya bukan sekarang. Karena jodoh udah ditangan Tuhan. Jangan malah cari cowo sana sini.'
'Harga diri kamu mahalin jangan malah dibuang. Cari harga diri itu susah nay, gak semudah ngilang dari publik. Tapi kamu malah seenaknya jual diri ke cowo cowo."
"Nayla gak jual diri yah," spontan Nayla.
"Laterus yang katanya pacar ganti-ganti?"
"Nggak kok."
"Ga percaya."
"Ayah gatau kehidupan Nayla, Ayah bahkan gak pernah ke sekolah buat bayar bulanan walau sekali. Ayah sibuk sana sini pulang mabuk terus. Jangan seenaknya salahin Nayla. Dan juga dimata Nayla tetep Ayah yang salah karna ninggalin Mama," Nayla bangkit dari kursi.
"Masih kecil udah berani ngomong, Nayla Nayla, makin nakal kamu ya? Kenapa dulu ga ikut Mama kamu aja? Jelekin pemandangan aja."
Nayla sponyan meninggalkan meja makan. Air matanya sudah siap turun kapan saja. Hatinya belum juga terkondisi oleh makian sang Ayah.
"YOU SO FUCK*NG BITCH, AYAH!"
"Nayla! Jangan ngomong kasar sama Ayah! Kembali kamu! Balik, BITCH!"
Terpotong, bukan lagi tergores. Hati Nayla telah terpotong oleh perkataan sang Ayah yang persis pedang lancip dan berkilau. Pedang yang diibaratkan kehidupan yang berkilau, tapi tajamnya mengalahkan lidah tak bertulang milik Ayahnya.
Nayla. Sudah. Benci. Pria. Ini.
Kakinya lesu untuk melanjutkan naik tangga menuju kamarnya. Membuat dia harus pelan-pelan untuk sampai keatas. Diselingi suara mengikik menahan teriakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...