11- Cemburu Emang, Tanda Cinta? 🌱

2 0 0
                                    

Ini peringatan! Ada scene kissnya, kalo g suka skip dibagian bawah, cuman kiss doang kok.

---

Arin diam seribu bahasa. Lingkungan rumah yang bahkan ramai pembantu serasa diam tidak ada suara. Jam yang terus bergerak seakan berhenti saat ini. Niko disebelahnya juga hanya diam saja.

"Lo yang..?"

Nayla mengangguk disela sela mengipasi tangan yang diperban. "Iya gue, biar lo tau rasanya kalo jadi gue itu gaenak."

Arin melembut. "Rasa gimana Nay? Rasa yang kayak apa? Rasa kalo selama ini lo ngejauh dari gue, iya? Rasa kalo selama ini lo dirumah..."

Nayla berhenti bergerak. Matanya melirik kearah Arin dengan tajam. Sorot matanya juga menandakan peperangan tanpa kata.

"Dirumah apa? Gue dikasarin bokap?" Nayla berdecih tanpa ragu. "Alah dia mah bisanya cuman gitu doang. Lo aja yang gak pernah kesini makannya gatau."

Memang, terdengar nyelekit saat Nayla berbicara seperti itu. Tapi sebenarnya terlihat sangat kalau ada embun dimata Nayla. Embun air mata yang siap jatuh ketika berkedip sekali saja. Namun ditutup oleh Nayla dengan meniupi tangannya.

Arin bangkit dan berlari menuju Nayla. Badannya menabrak keras badan Nayla. Tangannya langsung memeluk tubuh ideal Nayla.

Inget! Cuman di wp kalian dipeluk temen waktu nangis.

"Maafin gue nay, gue gak tau kondisi lo selama ini. Maafin gue, gue yang salah nay. Maafin gue nay maaf..." ucap Arin dengan isakan diakhir. Badannya terus memeluk tubuh Nayla yang bahkan tidak dibalas.

Nayla mendengkus. Hanya ada kebencian didalam hati Nayla untuk Arin. Kebencian karena penolakan yang selama ini dia berikan. Penolakan saat dia terpuruk karena perceraian orang tuanya.

"Gue... Bakal dikeluarin sekolah..."

Arin melepas pelukan mereka perlahan. Tangannya menghapus air mata beserta jejaknya dipipi. Senyumnya tertarik keatas diatas kesedihannya.

"Sekolah bakal buat alibi kalau gue pindah. Padahal gue dikeluarin. Tenang aja, gue gak bakal nyalahin lo kok. Gimanapun masa kayak gini bakal dateng."

Ruangan ini sunyi diantara ucapan Arin. Mendadak aura ruang tamu menjadi damai. Suara-suara pembantu mulai datang menyelimuti suasana. Tidak ada lagi naungan hitam diruangan ini.

"Gue pulang dulu deh takut ganggu lo istirahat. Cepet sembuh biar gue bisa ajakin lo hangout sama Jiji."

Arin menjauh dari kursi Nayla menuju pintu. Niko yang masih setengah sadar mengikuti pergi ke pintu. Sedangkan Nayla malah melamun tidak sadar akan kepergian Arin.

Arin dan Niko sama sama diam. Arin yang sibuk membersihkan bekas air mata dan Niko yang sibuk berfikir. Arin segera mengambil coklat ditasnya untuk mengembalikan mood.

"Gue bakal jelasin nanti. Lo kerumah gue sama Rangkap. Panas kalo lama-lama diluar," ucap Arin disela sela membuka bungkus coklat. Setelah terbuka, dia makan coklat dengan tenang. Seolah semua hanya berlalu tanpa mau merubah apapun.

Hari mulai sore. Arin benar benar mengajak Niko kerumah. Perjalanan dari rumah Nayla memang sangat lama. Terlebih, Arin yang menyuruh Niko agar mengendarai motor dengan pelan. Jadilah mereka sampi sore.

"Lo duduk disini aja gue bikinin es teh dulu. Gausa takut, Rangkap lagi kerja kalo jam segini," Arin pamit dari hadapan Niko.

Jujur sih gais, Arin juga takut plus malu ngajak Niko kerumah mereka. Takut kalau aja Rangkap tau jika dia membawa laki-laki lain kerumah. Trus juga malu dilihat tetangga. Tapi semua harus diluruskan sekarang juga. Dia tidak mau menimbulkan masalah lagi.

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang