---
Arin melangkah menjauh ke kelasnya. Kepalanya menunduk dengan dalam. Syok. Hanya itu yang bisa dia gambarkan sekarang. Ada juga sih rasa menyesal karena telah menyalahkan Rangkap tadi pagi.
"Yaudah! Lo keluar aja, bawa motor gue. Gue gak bakal larang elo!"
Llau teringat ucapan Mama kemarin lama,
"Kamu mulai deket deketan deh sama Rangkap. Kalian kan pasutri ya harus saling tau sama lain. Mama lihat kalian pada jaim gitu. Inget, gabaik kedepannya."
Rasa bersalahnya melebihi rasa kecewa karena tidak boleh keluar bermain. Baru saja di nasehatin Mama biar nggak berantem berantem, tapi for the first time, mereka berantem.
Ya walau ga serius, tapi bisa jadi fatal kan? Gimana kalo tiba-tiba muncul masalah lain?
Arin sedihh:((
Rangkap juga jadi gak ganteng. Karena balik ke sifat waktu dia ertama kali kerumah Arin. Arin menyesal berbicara seperti tadi pagi.
Arin duduk disebelah Niko yang sibuk ngomong dengan anak didepan. Hubungan keduanya masih belum juga membaik, karena Arin yang gak tau harus mulai mana ngejelasinnya. Dan gengsi menjadi nomer satu.
Tapi Niko heran. Tidak biasanya Arin akan murung saat ke sekolah seperti ini, apapun masalah Arin, karena Arin mampu menutupi kesedihannya. Paling tidak Arin akan mengucap salam kerika masuk.
"Rin," panggil Niko menyentuh bahu Arin. Arin menoleh dengan kaget, tapi kembali dia menunduk.
"Lo kenapa... Tumben pagi-pagi udah cemberut."
Arin mengisyaratkan jari didepan bibirnya. "Gue ngambek. Sttt."
Niko melotot kaget mendapat jawaban Arin. Diliriknya Arin yang sekarang menutup wajah dibalik tangan yang bertumpu meja.
Kok jadi Arin yang ngambek ya? Ini gimana masalah mereka? gamau yang ada dibahas gitu?
Dan sampai bel berbunyi-pun Niko terlalu takut untuk mengajak omong Arin. Biarin lah masalah mereka. Toh Niko juga tidak salah. Begitulah isi pemikiran Niko.
"Pagi anak-anak," salam bu Pitra dengan ramah. Semua siswa kelas menjawab balik dengan ramah dan juga menyiapkan kursi masing-masing.
Bu Pitra menaruh bawaannya dimeja guru. Para murid pun mulai duduk, dan berdiam diri, bersiap berdoa.
"Ada yang tau, kalian ujian kurang berapa hari?" tanya bu Pitra lembut ditelinga. Emang bu Pitra titisan bidadari pisan.
Selain pembelajarannya yang seru, Bu Pitra juga seru diajak berbicara. Sebagai awalan pembelajaran, bu Pitra selalu menginformasikan apapun yang ada disekolah. Atau bahkan, menjadi sesi curhat sebelum pembelajaran bermulai.
Semua menjawab dengan gelengan. Posisi Arin berubah menangkup pipi dengan lemas. Tidak ada fokus sama sekali dengan penjelasan didepan. Udah dibilang Arin mau bolos, perasaannya gaenak sejak kemarin.
"Kalian ujian kurang 3 minggu lagi. Sesuai tahun sebelumnya, ujian ini menentukan kenaikan kalian ke kelas 12, dan juga jika ingin ke sekolah tingkat tinggi," jawab bu Pitra melihat lihat kalender.
Arin semakin melemas. Dan Niko sadar itu. Hari-hari ini memang Arin semakin tertutup. Meski mereka meregang tapi Niko tetep kontrol Arin.
Niko tau, pasti Arin bertambah badmood mendengar ujian sudah dekat. Arin adalah sesosok manusia yang sangat membenci ujian. Lelah hati, lelah pikiran, lelah badan. Semua ada pada ujian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...