"Rin, mintol boleh gak? Mina tolonnggggg banget, emergency nih."
Arin yang tengah membereskan kasur menoleh. Kemudian kembali menata kasur. "Apa?"
"Mandiin ya?" Arin langsung menoleh dengan melotot. Badannya terdiam dengan posisi mengangkat selimut untuk dilipat. "Kan tangan gue diperban, gabisa buat mandi rin."
Arin masih saja ngefreez di tempat. "Cari kesempatan lu?" suara Arin berubah menjadi mencengkam. Menakutkan, tapi Rangkap tetap mencoba.
"Nanti kalo tangan gue dibuat mandi infeksi gimana? Masih perih nih," Rangkap meniup niup tangan yang terbalut perban. Perban yang semalam baru dia ganti.
"Kemaren lo mandi kan? Gimana? Ya gitu aja."
"Ya ya gu.. e.." Rangkap menatap sudut kamar. Berusaha mencari jawaban yang tepat. "Gue kemaren cuman showeran aja nggak mandi. Jadi aman."
"Gila lo," Arin kembali melanjutkan membersihkan kasur. Lalu ke pojok kamar, mengambil sapu. Rutinitas setiap pagi jika dirumahnya sendiri. Membersihkan kandang pribadi.
"Ayolah Arin, ya? ya? Lo nggak kasian apa liat tangan gue gini?"
"Nggak."
"Wah jahad lo. Ntar waktu gue gajian nggak gue kasih lo," Rangkap mengalihkan pandangan. Menunjukkan kepribadian merajuknya.
"Perasaan kemaren gue yang kasih lo uang. Jadi gapapa sih. Gue gak banyak pengeluaran juga," Sakid nggak? Sakid lah woy. Rangkap semakin sedih diantara kegiatan duduk. Kakinya yang sekarang terangkat keatas sofa dipeluk. Menandakan dia semakin galau.
"Nasib punya istri galak," bisik Rangkap.
"Apa lo kata tadi?" Arin bertanya menaikkan intonasi. Komo yang baru keluar kandang sampai terkaget dan kembali ke kandang. Bersembunyi dibalik kelaparan perutnya.
"Nggak, aish, lo apain kek biar sembuh. Masih perih ini, huaa," Keluar deh. Gaya anak anak Rangkap keluar sambil ngerengek.
Arin menyenderkan sapu disebelah sofa. Kemudian mendekat. "Sini tangan lo."
Rangkap menuruti saja. Berharap bisa mendapatkan obat paling menjurnya. Cium tangan misalnya. Tapi lain, Arin malah meremas tangan Rangkap. Membuat sang empu semakin meringis menatap kedua tangan.
"Tangan gue patah pasti, sakit banget, huhuhu," Rangkap meniup niup perbannya. Padahal itu nggak ngefek apapun. Tatapannya takut menatap Arin yang kembali sibuk menyapu.
"Mau gue gituin lagi? Cepet mandi sana!"
Rangkap langsung ngibrit kedalam kamar mandi. Melihat Komo yang baru keluar kandang dengan mengendap endap. Matanya berubah garang seolah olah anak kecil ketika bertemu orang tak dikenal. "Salah lo bikin tangan gue gini."
Alhasil, Komo kembali ke kandang. Lalu menutup pintu kandangnya sendiri. Entah bagaimana, yang peting dia ingin keluar dari kamar ini sekarang juga! Depresi dia mendengar para majikannya bertengkar.
"Gimana? Masih sakit?" Arin bertanya ketika Rangkap keluar kamar mandi. Mandinya cepet jadi Arin belum selesai nyapu eh udah selesai Rangkap mandi.
"Masih, malah makin sakit, perih juga," Rangkap duduk dikasur. Badannya harum sekali. Beberapa air menetes dari wajah mulusnya, membuat Rangkao 4% lebih cakep.
"Gue perbanin bentar," Arin masuk ke kamar mandi. Untuk cuci tangan agar steril. Kemudian keluar menghampiri Rangkap yang ada dikasur.
"Pelan pelan oke?" Rangkap berbisik menatap tangannya yang sibuk dibersihkan Arin. Arin sangat hati-hati. Walau sebenarnya luka itu sudah cukup baik, tapi tetap saja Rangkap ingin agar dirawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...