25- Mami Kenapa? 🌱

1 0 0
                                    

Pagi menyapa dunia. Walau hati rasanya tidak terima, tapi apalah daya, Tuhan sudah mempunyai jalan hidup kita. Contohnya menyapa pagi dengan bahagia.

Semua bersiap untuk membuka rumah masing masing. Katanya sih, kalo pagi rumahnya dibuka, rejeki bakal lancar.

Semua memulai aktifitas. Yang bersenang, senang, yang sengsara semakin sengsara. Atau bahkan pagi adalah sambutan untuk suasana baru? Hany yang menjalani yang tahu.

"Assalamuaikum!!" Salam dari lelaki dengan songkok zaman dahulu beserta kemeja ala ala 90 an. Badannya masih segar dan tegap, tidak menampakkan kalau umurnya sudah hampir 9 dasawarsa.

"Iya? Oh kakek," Dian yang menghampiri dari dari pintu tersenyum lebar. Pintunya tengah terbuka karena menunggu seseorang. Jadi, Dian langsung tau saat muncul dari kejauhan.

Dan sekarang, Dian berjalan menuju Kakek. Disalaminya tangan Kakek dengan sopan. Sesuai ajaran Mami. "Tadi dianter siapa kek? Berangkat jam berapa?" Dian bertanya layaknya anak besar yang mengerti jalan.

Dian menuntun Kakek untuk menaiki tangga teras. "Itu dipesenin ojek sama tetangga. Cepet kok, Dian. Jadi nggak pagi banget berangkatnya."

"Siapa, Di... Eh Bapak? Dianter siapa pak, aduh masih pagi juga udah sampe sini aja," Mami keluar dengan celemek khas dapur. Mami pun ikut menuntun Kakek masuk rumah. Padahal Kakek telah menolaknya.

"Ojek tadi, emang gaboleh kesini pagi - pagi ya? Kan kangen anak sama cucu anak, sama cucu," jawab Kakek disertai senyuman.

"Bukan gitu, pak... Cuman Hani kan khawatir, kalo sampe Bapak kenapa - kenapa dijalan gimana? Jauh loh perjalanan dari rumah Bapak. Masi pagi, sepi kalo ada apa - apa."

"Cepet kok tadi, ojeknya ngebut, seru, hehe," ya gini. Gasukanya Mami kalo Kakek udah keluar, bikin khawatir mulu. Tapi kasian kalo gaboleh keluar, gaada temen dirumah.

"Nahkan, bilangin dong ojeknya jangan ngebut. Udah tau bawa aki - aki malah ngebut, gabener itu ojeknya. Yaudah Hani balik ke dapur dulu pak, masih masak," Mami kembali kedapur yang terlihat dari ruang tamu. Walau hanya bagian depan saja.

"Mami kamu sibuk, Dian?"

Dian mengangguk. "Papi habis ini pulang. Udah lama banget Papi kerja, padahal Dian pengen main sama Papi."

Kakek terenyuh melihat Dian. Meski wajah anak itu biasa-biasa saja, tapi terlihat nada bicara yang lesu. Kakek jadi kasian.

"Emang mau main apa? Sama Kakek kan juga bisa."

Funfact, Kakek dari Dian dan Rangkap hanya tinggal Kakek ini saja. Sedangkan orang tua dari pihak Papi telah tiada sejak Papi berjodoh dengan Mami. Dan Neneknya Kakek sudah tiada beberapa tahun kemarin.

"Dian pengen ke pasar arcong kek, katanya bagus. Tapi jauh, deketnya dari rumah kak akap. Trus Dian juga pengen ketemu kak Arin. Sama Mami gaboleh, padahal banyak temen Dian.."

"Dian!! Mandi dulu ya!! Ntar telat loh sekolahnya!"

Suara Mami membuyarkan percakapan kecil antara generasi tua dan muda. Atau bahkan bisa disebut dengan generasi tua dan generasi kecil. Karena Dian, muda saja belum.

Dian turun dari kursi untuk mendekati Kakek. "Kakek jangan pulang, Dian cuman sekolah doang kok. Nanti kita ke pasar arcong bareng - bareng sama Papi."

Kakek mengangguk dengan mengusap rambut Dian. "Iya, sana mandi dulu, ntar telat kan lucu."

Dian pergi dari ruang tamu menuju kamarnya. Kakek yang kembali kesepian ikut nimbrung di dapur. Barangkali sang anaknya mau diganggu. Lumayan, dapet temen.

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang