22- TiJiWe 🌱

1 0 0
                                    

"Tio Jiji Wedding"

Satu minggu sudah Tio menyibukkan diri. Sekarang adalah hari dimana jatungnya akan berdegub lebih cepat. Bahkan sejak bangun tidur, bulu kuduknya merinding menyeluruh. Apalagi pelipis yang terus berair.

Rumahnya sangatlah sepi. Bunda yang biasanya ada omong, saat ini sibuk menata hantaran lamaran.

"Nanti temen-temen kamu suruh pake mobil yang digarasi aja yo, kasian mereka kalo bawa ginian harus pake motor, yang ada ribet jatuh gak karuan," ucap Bunda melihat Tio keluar dari kamar.

Jika dilihat lebih, Tio sangatlah tampan hari ini. Setelan jas dengan songkok serba hitam menambah kewibawaan dirinya sebagai seorang pengantin.

Tidak lama terdengar suara deru motor beserta suara orang memakirkan motor. Terdengar lumayan banyak. Arahnya dari luar rumah yang dari tadi sepi.

"Bunda cepet siap-siap, tuh mereka udah dateng," Tio berniat menghampiri pintu rumah.

"Tante!!!!" teriakan dari pintu rumah membuat Bunda menoleh. Senyumnya bertambah merekah dibalik polesan make upnya. Melihat salah satu anak yang diakuinya mendekat.

"Kangen, Tante sehat aja kan?" Arin mencium tangan Bunda yang kosong.

Bunda mengangguk. "Alhamdulillah, kamu sama siapa rin? Tante gak kasih tau kamu loh kalau Tio nikah."

Arin cemberut dengan menghentak kaki. Sebuah parcel buah yang ada ditangannya dia taruh ke hantaran yang lain. Lalu kembali mengobrol dengan Bunda. Wanita berkebaya brokat itu terlihat berkali-kali lipat.

"Iya ih Tante gak kasih tau Arin. Untung aja Arin kenal anak-anak, jadi dikasih tau sama mereka. Kan Arin juga pengen tau Tio akad."

Mereka berdua ini biasanya jika bertemu akan menghabiskan banyak waktu. Adaaa aja yang dibahas. Sampe-sampe masalah orang meninggal pun dibahas sama mereka berdua.

Karena tau akan ada reuni dadakan antara Arin dan Bunda, Membuat Tio kembali pergi ke depan. Pasti bosen kalau mendengarkan para ciwi-ciwi berbicara.

"Hoala gitu, eh iya loh rin. Tante lupa tanya Tio, kalian semua ini libur apa gimana? Kan sekarang hari rabu kan?"

"Libur tan!" jawab lelaki bernama Gunawan. Anak-anak lelaki lain juga berkumpul diruang tamu Tio. Satu persatu muncul dari pintu dengan setelan rapi khas masing-masing.

"Gitu tah, kirain pada bolos... Yaudah jadi siapa yang nyetir yo?"

Tio menyerngit melihat penampakan para teman temannya. Diantara mereka yang bisa menyetir mobil hanyalah Kiki dan Gunawan. Maka keputusan ada di....

"Kiki aja deh yang nyetir," ucapan Tio membuat semua geleng-geleng. Apalagi Sewan yang terlihat tidak terima.

"Enak aja dia dimobil gue panas-panas an. Gue aja yo, bisa gue kalo nyetir mobil aja mah," jawab Popo. Anak alim yang selalu memakai sarung dimanapun dia berada. Bahkan sekarang dia memakai sarung berwarna hitam, lalu kaos putih dan jas hitam. Songkok hitam berlambang NU juga bertengger manis dikepalanya.

Stylenya udah kaya anak pondok kan?

Tio menggeleng. "Gue bilang Kiki aja, mau nguji otot dia gue. Kan katanya latihan tuh sama Guna-guna. Barang kali aja sekarang udah kuat nginjek rem."

Kiki yang menatap semua temannya terdiam bisu. "Gue bisa kok, tapi gue pengen sama Sewan aja."

Leo yang daritadi sibuk mencari handphone sekarang berganti kedepan untuk berteriak. "Woy! Handphone gue siapa yang bawa? Gue mau telfon yayang gue!"

"Wuuuuuuuuuuuu!!!!" sorakan tidak terima dia dapatkan dari seluruh anak-anak. Mentang mentang punya yayang. Temen-temen dimarahin. Ngajak berantem?

"Kayaknya tadi ketinggalan dimeja deh le," jawab Rangkap santai. Dirinya baru masuk dengan membuka kancing jaket.

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang