"Jiji, oh Jiji, kemana engkau pergi!?" teriakan didalam kamar seperti menyahut dirinya sendiri. Karena suara itu akan kembali dengan pertanyaan yang sama. Alias bergema.
Tio duduk dikasur, tangannya merogoh handphone disaku baju. Mulailah dia menghubungi Jiji setelah mencari nomornya.
Sambil menunggu, dia punya pikiran untuk menghafal nomor Jiji. Agar lebih mudah jika mengubunginya. Kan udah jadi istri, masa harus cari-cari. Ga seru dong.
Namun naas, saat Tio menempelkan handphone ditelinga, suara nada dering telfon menjawab ada diatas nakas. Menandakan bahwa Jiji tidak membawa handphonenya. Tio sangat bersedih, padahal dia baru saja pergi untuk membeli bunga. Dan ketika pulang, tidak ada siapa-siapa.
Bahkan bunga yang dia beli masih bertengger didalam kresek. Bunga sedap malam menjadi pilihannya untuk dibeli. Entah Jiji suka atau tidak, yang penting Tio beli.
"Kalo udah jadi istri tuh bawaannya kangen terus ya, gaenak," Tio merebahkan dirinya diatas kasur.
"Tapi seru tau, awalnya gue cuman mau macarin dia, eh jadi istri. Bonus dari Allah emang gak maen-maen," ucap Tio cekikikan.
"Gue jadi makin cinta Jiji deh, ngebayangin dia gendong anak, ngurus anak, beuh istri yang menawan, eh idaman."
"Oh iya," Tio kembali duduk. Matanya sekarang celingukan kearah penjuru kamar. "Mana ya?"
Tio bangkit menuju kresek bunga yang ada dipojok kamar. Setelah dibuka, ternyata ada kresek dalam kresek. Uwawwww, seperti kamu, ada muka didalam muka.
"Iya, temen nganterin kesana juga. Katanya sibuk jadi nggak mau mampir," Jiji membuka pintu sambil mengangguk kearah luar. Seperti masih berbincang dengan Mama. Sedangkan badannya telah ada didalam kamar.
"Iya," Jiji pun masuk kedalam kamar. Dia menemukan Tio yang jongkok dengan kresek ditangannya.
"Lama amat beli bunga doang. Untung Mama ngajak keluar jadi aku nggak bosen dirumah," omel Jiji menaruh tas beserta melepas cardigan.
"Hehe, kan jalan-jalan atuh, mumpung diluar."
"Mumpung diluar, enak banget, akunya nggak diajak, inget kek istri tuh juga perlu jalan-jalan," ini kenapa yang baru dateng malah ngamuk?
"Ntar aku ajak deh, kemanapun kamu mau," Tio memberikan kresek berisi bunga kepada Jiji.
"Pinter milihnya, aku mau ngomong sedap malam, lupa," Jiji meneliti bunga yang dibeli Tio. Disela itu, Tio menunjukkan beberapa buah DVD dihadapan Jiji.
"Eh?" Jiji menyaut kasar beberapa DVD yang ada dihadapannya. "Gue lagi pengen nonton ni film anjir!" Nahkan, kalo udah bahagia aja lupa pake 'aku kamu'.
"Tadi jalan-jalan nemu toko DVD, dan yang lebih bagus, ada promo. Jadinya aku beli deh."
"Makasih, tapi lain kali jangan beli banyak-banyak, kasian uangnya," tutur Jiji.
Semenjak hamil, Jiji memang lebih cerewet, apalagi kalau urusan marah-marah, beuh rel kereta api kalah panjang. Bisa saja, kalau Tio tidak memberhentikan, Jiji akan terus mengomel.
"Iya," Jiji terlihat sangat senang menatap beberapa DVD ditangan. Dengan semangat, dia mendekat ke meja belajar untuk mengambil labtop.
"Itu, tolong ambilin makanan didapur ya? Dirak atas sebelah kiri, trus sekalian bawa air putih."
Tio menghela nafas, sudah kebiasaan mereka jika Jiji menyuruh Tio mengambil makanan. Tapi ini kan statusnya udah beda, masa perempuan yang nyuruh laki laki?
"Kalo mau, ambil juga gapapa," ucapan tambah dari Jiji menambah semangat Tio. Segera dia keluar kamar untuk menuruti keinginan tuan putri.
Kembali dari dapur, tangannya telah penuh dengan makanan. Dan juga segelas air putih. Terlihat, Jiji sudah sibuk dihadapan labtop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...