"Arin, yuhuu," tangan Rangkap aktif menoel noel pipi Arin.
Karena tidak ada jawaban, tangannya berganti menjadi mencubit pipi Arin. "Arin! Kebo banget sih!"
"Apasih jan ganggu deh," Arin berganti membalik badannya memunggungi Rangkap. Kemudian merapatkan selimut sampai kelehernya.
"Udah shubuh rin, gabaik bangun siang. Yuk jamaah sama gue trus sekolah," Rangkap mulai menyibakkan selimut agar bisa pergi ke kamar mandi.
"Gue masi pms."
Singkat jelas padat. Membuat Rangkap hanya bisa menjawab dengan wajah datar. Kenapa gak bilang dari tadi. Sepertinya Arin memang belum membaik, karena masih belum mau berbicara dengan Rangkap hingga beberapa saat lalu.
Aneh, tidak seperti biasanya, kalo ngambek masih mau ngomong sedikit. Tapi sekarang malah diem terus. Rangkap juga gatau kenapa.
Selesai sholat shubuh, Rangkap menuju pinggir kasur dekat Arin. Ini adalah perjuangan! Agar Arin gak ngambek!
"Rin," panggil Rangkap menggoyang nggoyangkan badan Arin. Namun nihil, tidak ada pergerakan dari Arin.
"Rin," saat baru saja membuka mata, Rangkap mendekat untuk mencium pipi Arin. Hanya sebatas pipi tembem Arin.
"Gaboleh diem lagi, gue gasuka kalo lo diem gini mending cerewet. Kalo nggak bakal gue cium lagi," ucap Rangkap dihadapan wajah Arin.
Arin mencebikkan bibirnya dengan menjauhkan wajah Rangkap. Dengan malas, badannya dia rubah menjadi duduk bersender dengan Rangkap yang memutari kasur. Arin diam memandangi Rangkap yang masih rapi dengan sarung dan kaos.
"Gimana fikiran lo soal anak?" tanya Arin begitu saja. Nada bicaranya terkesan menutup dan lebih ke sedih tapi ketus.
Rangkap menoleh kaget. Matanya melebar seperti ketakutan melihat Arin. Apenih.
"Maksud lo?" mata Rangkap melotot dengan wajah cengo.
"Gak jadi," jawab Arin menggeleng. Tangan dibalik selimutnya, mulai memainkan kuku. Canggung momen.
Arin ada alasan untuk setiap ngambeknya. Saat ini, dia bukan ngambek. Dia hanya diam saja, berfikir agak dalam. Ingat saat Rangkap mabuk kan? Arin merasa... ada suatu gejolak dalam Rangkap yang dia rasakan saat.. itu.
Saat firstkiss, iya... fi- udahlah Arin malu untuk mengatakannya.
"Emang kenapa? Lo diem gara-gara ini? Coba cerita deh biar gue tau, gue kasarin lo ya waktu gue mabuk kemarin?" Handphone yang akan dipakai Rangkap dia kembalikan ke nakas. Berganti dia terngkurap disamping Arin.
"Lo sadar kap?"
"Nggak, gue cuman tau gue mabuk. Gue.. apa-apain lo ya? Jujur rin!"
"Nggak," Arin sudah berniat akan turun kasur namun tercegat oleh Rangkap. Dia terpaksa berbohong agar Rangkap tidak merasa bersalah.
"Ceritain, jangan pendem sendiri. Gue bakal tanggung jawab kalo gue ngelakuin hal aneh waktu itu."
"Nggak kap, gue mau ke kamar mandi, minggir," Arin melepas paksa cengkraman Rangkap. Pelan-pelan dia berjalan ke kamar mandi tanpa suara.
"Lo kenapa si rin, bikin gue ngerasa bersalah," kepergian Arin membuat Rangkap galau. Galau karena gatau mau ngapain.
"Ke Komo aja ahh sambil nunggu Arin masak, Komooo i'm comiing!!" teriak Rangkap menari nari untuk keluar kamar.
Belum sampai membuka pintu, handphonenya dinakas berbunyi. Dengan getar yang mampu membuat satu nakas bergetar.
Bagaikan langit
Disore hari
Berwar-
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...