Ujian menjelang hari akhir. Bagaimana tidak? Sekarang adalah hari sabtu dan ini hari terakhir ujian minggu ini tapi bukan akhir ujian. Karena hari terakhir sebenarnya adalah hari senin besok. Kesal? Pasti. Karena kesenangan harus tertunda sampai senin besok.
"Halo, ma?" Niko mengangkat sebuah telfon. Dengan tangannya yang sibuk memasukkan peralatan ujian kedalam tas.
"..."
"Papa kemana?"
"..."
"Mama nggak ikut Papa aja? Kasian Papa sendiri kalo kesana, jauh," Niko menjawab sapaan teman yang telah menjauh dari kelas. Tinggal seorang dirinya saja didalam kelas ujian yang asing ini.
"Udah biasa. Dirumah juga ada Bibi."
"..."
"Berapa lama?"
"..."
"Kalo gitu biar Bibi aja yang ambil raport entar. Liburannya juga batalin aja."
"..."
"Emangnya kalian pernah pikirin Andra?"
"..."
"Capek, ma, mau pulang," Niko menutup telfon secara sepihak. Matanya memutar dengan jengah. Namun terpaku pada seorang wanita yang sekarang diambang pintu kelas.
"Gak pulang?" Arin dengan Rangkap bertanya. Pasalnya, kelas telah sepi dan sekolah juga berangsur sepi. Tapi bujang satu ini malah setia duduk ditempat duduk.
"Kayaknya.. pacar lo nungguin," imbuh Arin menunjuk dari arah luar.
Niko mengangguk malas. Sambil memakai tas, dia berjalan menuju Arin. Seminggu terakhir, mereka bertiga semakin rekat. Yang lain pun sama dekatnya.
Rangkap dan Arin ingin menghibur Niko pasal kepergian Nayla. Niko pasti trauma atas semua yang tertimpa padanya. Melihat Niko yang semakin diam, membuat keduanya tidak tega. Seperti melihat tubuh tanpa isi.
Terlebih, hubungannya dengan Queen juga tidak mulus. Membuat Arin semakin iba.
"Tumben lemes gini? Semangat dong! Malam minggu," Arin berucap saat Niko tepat dihadapannya.
Niko tersenyum sekilas. "Gue biasa kali. Lo aja yang makin semangat," sampai ditangga, Queen terlihat bahagia mendapati Niko datang.
"Ke cafetaria ya!" Queen merangkul mesra lengan Niko. Tatapan tidak enak terpancar dari wajah Kovi. Walau ditutupi dengan apik. Tapi, Arin masih bisa melihat raut muka itu dengan jelas.
"Barengan aja yuk? Sekalian ya, rin? Lo juga?" tanya Rangkap menunjuk Kovi. Karena hanya tau wajah bukan nama.
"Nggak dulu deh, udah dijemput tuh. Kalian hati - hati ya," salam Kovi. Arin yang paham cekikikan. Rangkap disebelah Arin malah bingung karena Arin cekikikan.
"Dia pdkt sama Baruyang," bisik Arin dijawab bibir Rangkap yang membulat. "Pinter juga si kuyang. Moga langgeng dah gak jadi sadboy lagi."
"Ya? Kan malam minggu yang, pengen keluar sama kamu," Queen masih mencoba merayu Niko. Sedangkan Niko diam dengan wajah datarnya.
"Aku pusing, mau pulang," kabar dari Mamanya lewat telfon tadi seketika membuat pening. Lebih tepatnya marah karena lagi-lagi orang tuanya bohong kembali. Bukan bohong sih, lebih ke ga sadar sama kejadian masa lalu.
"Ayolah, kita seminggu nggak jalan bareng. Masa hari ini kamu nggak mau juga? Besok kan libur," Queen tidak patah semangat.
Niko menghembuskan nafas berat. Sampai diparkiran, dia memberikan helm Queen. "Jangan lama - lama," Queen bahagia dengan jawaban Niko. Dia mengangguk antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...