31- Jujur 🌱

2 0 0
                                    

"Papa, Mama, mohon doanya ya," Tio yang tengah berkumpul untuk makan malam berbicara. Papa dan Mama Jiji saling melirik tidak paham.

"Kenapa, yo?" Papa bertanya bingung.

Tio melirik sebentar Jiji yang ikut menyerngit. "Tio mau kerja, udah bikin lamaran. Besok pagi mau interview. Semoga diterima ya, pa, ma."

"Kerja apa?" Mama menyahut.

"Pegawai supermarket. Cari yang deket deket dulu, ma. Sambil nabung untuk Jiji lahiran."

Papa mengangguk angguk. "Semoga diterima," tapi berbeda dengan Mama. Wajah Mama menunjukkan raut sedikit tidak suka. Seperti ada yang aneh.

"Nggak mau kerja kantoran aja? upahnya lebih gede, nabung ga harus lama," Mama pun berucap. Nadanya antara tidak suka sambil, emm...... meremehkan mungkin?

"Kalau punya ijazah SMP aja susah ma, jadi bisanya cuman yang kecil-kecil."

Mama menghembukan nafas kasar. "Yaudah lah ya kan namanya takdir. Jiji juga nggak punya ijazah SMK. Padahal udah 2 tahun sekolah. Tinggal satu tahun lagi dapet ijazah. Semoga kamu diterima deh."

Mama pergi menimbulkan suasana tidak enak. Jiji dan Papa saling melirik. Jiji dengan wajah tidak suka dan Papa yang memelas. Mama berubah, iya, berubah.

Papa tersenyum dan mengangguk kearah Jiji. "Nggapapa Tio. Kamu udah mau kerja aja Papa bangga. Jangan dimasukin omongan Mama ya? Pasti lagi datang bulan itu."

Tio memasang wajah senyum. Kepalanya mengangguk, "iya pa, gapapa, Tio juga permisi dulu ya. Mau latihan interview."

Tio juga pergi dari meja makan. Menyisahkan Jiji dan Papa saja. Jiji buru-buru ikut menyusul Tio. Sedangkan Papa masih melanjutkan makan. "Keluarga gue gini amat sih sekarang," batinnya bersuara dengan mengunyah makanan.

"Yang, jangan dimasukin hati omongan Mama ya?" Jiji menutup pintu. Untuk mendekat kearah Tio.

Tio mengangguk. "Sans lah, gapapa, kan emang bener omongan Mama kamu. Kalau aja kita nggak kejadian kaya kemaren. Pasti sekarang kita sibuk ujian. Kayak anak-anak lain."

Jiji ikut duduk disamping Tio. Tangannya merangkul Tio sesekali dengan menepuk Bahu Tio yang lebar. "Yang penting aku seneng kan?"

"Emang kamus seneng?" Tio menoleh yang bertepatan dengan wajah Jiji yang melihatnya.

Jiji mengangguk semangat. Mulutnya mencium sebentar pipi Tio. Kali pertamanya mereka malakukan kontak fisik lebih. "Seneng banget. Ada Ayahnya Aksara disini."

"Aksara siapa?" Muka Tio yang senang berubah menjadi masam. Pikirannya telah kemana mana. Pasti Jiji selingkuh!

"Dia, namanya Aksara. Walaupun nanti perempuan namanya harus Aksara. Biar bagus kaya nama kamu, Satyo Pradana Gaga," Jiji menjawab dengan mengelus perutnya. Masih belum ketara jika dia hamil.

"Aksara," gumam Tio melirik perut Jiji.

"Sa, tungguin kita ya. Jangan bosen didalem sana. Jangan nakal juga, Bunda kamu masih kecil soalnya," Tio berucap. Tangannya ikut mengelus perut rata Jiji. Hatinya jauh lebih baik meski hanya dengan pembicaraan sederhana seperti ini.

---

"Rin! Rin! Kesini sekarang rin!"

"RIN!!!"

Teriakan dari kamar pojok dirumah membuat Arin kaget. Dia sekarang sibuk menyapu rumah. Karena semalam tidak dikunjungi membuat rumah berdebu. Sapunya dia senderkan ke sofa, segera menyusul Rangkap kekamar Komo.

"Rin, Komo rin," Rangkap sibuk menggendong Komo. Tangannya mengepuk ngepuk kepala Komo yang tidak bergerak.

"Komo, jawab ah. Komo!" Rangkap terus menggoyang goyangkan Komo. Berharap Komo mampu bergerak.

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang