30- Mulai Beda ya? 🌱

2 0 0
                                    

Rangkap mendongak. Matanya menatap jengah wanita dihadapannya ini. Badannya memutari meja menu. Topinya dilepas, menampilkan rambut yang lepek dan keringat yang mengkilap.

"Udah gue bilang kan? Gue nebeng bang Dirga. Ngapain lo jemput gue?"

Arin tersenyum. "Gue tuh kangen sama lo."

Rangkap melotot bingung. Kemudian Arin menggiring Rangkap untuk duduk di cafe yang mulai sepi. "Gue pengen keluar. Bosen dirumah Mami."

Rangkap mengangguk angguk. "Mau main?"

Arin mengangguk semangat. Urusan main, Arin selalu terdepan dengan semangat 86. Tangannya menggenggam tangan Rangkap. Berusaha menampilkan sisi cutenya. Agar Rangkap bisa luluh.

"Gausa pake muka gitu ah, jijik," Rangkap melepas pagutan tangan mereka.

"Eh kaka!" Suara dari pintu dapur membuat Arin menoleh ke belakang Rangkap. "Hai Jo! Ketemu lagi!" sapa Arin melambaikan tangan.

Joshua mendekat ke pintu tengah. "Itu saya mau tanya jam saya, udah ada yang beli kah?"

Arin memikir sebentar. Kemudian mengangguk. "Oiya aku lupa. Ada, teman sekelas. Besok dia baru bayar. Aku kesini lagi deh."

"Terimakasih banyak e! Saya sudah pusing kebanyakan jam dirumah. Untung ada kaka cantik yang mau bantu."

Bentar. Tarik nafa, bung. Selamatkan Arin!!!! Ini kenapa Joshua memanggilnya cantik lagi!! Fix Arin harus pindah haluan ke Jo!!

Joshua hilang dibalik pintu setengah badan itu. Berganti bang Dirga yang juatru keluar dari dapur. Tangannya dilap di sebuah lap gantung. Dan juga celemek yang dia lepas.

"Gue balik dulu, kap," ucap Dirga. "Udah dijemput Arin kan? Balik dulu ya rin. Selamat malam minggu."

Arin hanya menjawab dengan mengangguk. Lalu kembali menatap Rangkap. "Main kemana? Asik, gue ga dirumah lagi," tanya Arin tapi tidak yang mendapat jawaban Rangkap.

Sebenarnya Rangkap tuh sibuk merhatin bang Dirga yang keluar cafe. Jadi Arin dicuekin.

"Rin, Bang Dirga sering loh keluar sama pacarnya Niko. Mereka pacaran apa gimana sih? Setiap hari kesini tau. Jalan bareng, minum bareng, bercanda bareng,-

"Yang penting ga sampe sex bareng kan?"

Rangkap menoleh ke Arin bermuka sebal. "Ya gatau. Tapi aneh aja. Mending lo suruh Niko putusin kek. Kasian tau. Gue gedek liatnya, berasa gue yang diposisi dia."

"Hemmm suami gue lamis banget yak. Udah ah jangan bahas orang lain. Gabaik, namanya Ghibah itu. Yang dibahas itu kita. Mau jalan ke mana?" Arin menjawab dengan sedikit sebal. Tangannya menopang dagu dengan malas. Disertai bibir maju 30 senti.

"Udah jam 10," Rangkap melirik jam. "Udah malem. Mending pulang aja."

Saat Rangkap pergi, Arin teriak-teriak. Bagaimana bisa, secepat itu dia membatalkan? Arin udah seneng. Eh dijatuhin gitu aja. Malah ditinggal nutup cafe.

"Udah malem, rin, ntar lo kena angin duduk," Rangkap memakaikan helm ke kepala Arin. Sangat manisss.

Dalam perjalanan pun, Arin masih sama murungnya. Tidak ada percakapan santai saat dimotor. Arin terlalu sibuk memikirkan hiburan yang sempat akan dia dapat. Tapi hilang begitu saja.

"Komo baik kan? Pasti dia seneng dirumah Mami, tapi gaada Dian ya?" Rangkap berbicara dengan mendekat ke belakang. Berharap Arin bisa mendengar.

Arin diam saja. Malas meladeni orang yang PHP. Orang PHP gausa dikasi baik. Titik.

"Gue tanya, jawab," ucap Rangkap dengan membelokkan setir. Senyum jahil Rangkap telah muncul, rencana membuat Arin merajuk berhasil!!

Arin yang dibelakang menatap sekitar bingung. Kenapa Rangkap berbelok ke jalan yang tidak seharusnya ke rumah Mami? Juga bukan jalan kerumah mereka.

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang