8- Rangkap tuh, gabisa diginiin! 🌱

3 0 0
                                    

Jiji
Gue otewe

Pesan yang sangat singkat namun bisa membuat Arin melunjak senang. Handphonenya segera dia chas dikamar. Sedangkan Komo berjalan loyo dari arah pintu kamar.

"Eh Komo laper ya?" tanya Arin mencoba menggendong Komo. Emang sih gedean yang digendong daripada yang ngegendong. Karena Arin yang kecil sangat.

Meooow, Kepala Komo mengelus manja ketangan Arin.

Arin tersenyum sesaat. Saat sampai dikamar Komo, Arin mengambil tempat makan beserta makanan Komo. Dibawanya itu semua kedepan. Kira-kira memberi makan Komo sambil menunggu Jiji datang.

"Komo seneng dirumah sendiri?"

Meow
Arin senantiasa mengelus pelan bulu-bulu panjang Komo. Serasa mempunyai momongan yang harus dijaga. Tapi Arin bingung, kenapa bisa Komo sendirian aja dirumah selama itu?

Saat dia pulang pun, Komo terlihat bersantai diruang tamu. Ada sebuah bola yang dia mainkan. Letaknya hampir sama saat dia berangkat tadi. Rumah pun nggak ada perubahan.

Ini kucing apa jelmaan ya?

Lama Arin menunggu Jiji datang. Emang jamnya indonesia itu lemot. Bilangnya otw padahal otw kamar mandi. Komo sampai udah selesai makan. Arin hampir aja tertidur disofa kalau tidak Komo ngedusel dusel.

Karena muak menunggu didalam. Arin keluar mencari udara segar. Komo tidak lagi dia gendong karena lemas mengantuk.

"Ya gimana yo'? Mau sampai kapan?" Suara Jiji terdengar jelas didepan rumahnya. Arin langsung saja berlari untuk membuka gerbang. Terlihat Jiji dan Tio yang sedang berdiri kaku didepan gerbang.

"Kok gak masuk? Yuk masuk, disini panas," ajak Arin kepada keduanya.

Sempat terkejut sesaat. Jiji dan Tio saling tatap. Mereka berdua seperti sedang perang batin dikeheningan.

"Lo pulang aja gue masuk," ucap Jiji finally. Tio melemas diatas motor. Tangannya terulur mengusap rambut dan bahu Jiji sebentar.

"Gue duluan, titip ya rin," pamit Tio disela-sela menggunakan helm. Aduhh Rangkap aja gak pernah gini. Arin jadi iri deh.

Sesudah itu, Tio pergi dari rumah Arin. Vespa berwarna kuning itu melaju sangat pelan. Sedikit terlihat oleng namun tidak sampai jatuh.

Disebelahnya Jiji masih saja menatapi motor Tio yang menjauh. Terdapat sirat mata yang tidak dapat dijelaskan, namun lebih ke sorot menyedihkan.

"Yuk masuk kita bikin kue, sekalian nonton film!"

Jiji mengangguk lemas. Tidak biasanya Jiji akan begini. Paling tidak Jiji lah yang biasanya antusias ketika pergi kerumah orang lain. Kurang lebih jika Nayla heboh ketika diluar, Jiji akan heboh didalam rumah. Arin adalah tim netral.

Mereka berdua masuk kerumah. Dengan Komo yang menempel terus dikaki Arin dengan lemas. Jiji menyimpan lebih dahulu tasnya diruang tamu. Lalu mengikuti Arin pergi ke dapur.

"Lo mau bikin apa? Kue atau masakan?" tanya Arin dengan mencuci tangan. Jiji menghampiri sambil mengedarkan pandangan.

"Tenang aja gue kemarin habis belanja sama kakap, lo tinggal sebutin mau apa bakal gue bikinin. Atau lo mau minum aja?"

Jiji beralih mengangguk antusias. "Jus apa aja deh yang penting minum, gue masih kenyang makan dirumah tadi."

"Oke, jus apel susu kayaknya enak ya?"

Jiji segera menepis sambil geleng-geleng. "Jangan pake gula, eneg. Jangan manis juga, tawar aja."

Arin menyerngit sebentar lalu mengangguk. "Jus apel nggak manis khusus buat lo."

Tiener LevenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang