"Jangan dong jangan," tangan perempuan itu menempel pada spion motor. Membuat spion itu tak terarah karena bengkok.
"Gue ada urudan Naylaaaa, apa mau gue anter aja?"
Senyuman diwajah Nayla tercetak jelas. "Gue tunggu kata-kata itu dari tadi. Oke kita belok ke tempat helm didepan. Gue naik yuhuuuu!"
Cici menahan motor yang hampir oleng karena Nayla naik. Berasa ada hulk yang naik jadinya. Padahal gak berat-berat amat.
"Eh? Helm? Beli lagi?"
Nayla mengangguk dengan mendekatkan wajah ke bahu Cici. "Gue gabawa, daripada kena tilang, mending kita beli aja, ayuk ah panas nih."
Cici akhirnya bersiap menghidupkan motornya. Dibawah sinar matahari, mereka menyusuri jalanan yang ramai. Mereka juga jadi ke tukang jual helm.
"Seret, bantuin dong ci," dengan nafas panjang Cici membantu mengaitkan helm yang masih nginclong itu ke kepala Nayla. Model klasik menjadi pilihan terbaik Nayla.
"Kita makan dulu ya, ke restorant atau nggak pinggir jalan. Ya?"
Cici menggeleng. "Gue harus pulang, bantuin ibuk dirumah. Ntar dia marah nay."
Nayla cemberut menanggapi jawaban Cici. Disepanjang jalan pun Nayla masih cemberut. Tidak ada percakapan atau hanya sapaan dari Cici. Cici agak berbeda, terlihat lemah lunglai letih lesu.
"Ntar malem ke rumah gue ya?, Party kecil kecil an, gue ultah. Jangan sampe lu gak dateng," Nayla merapikan roknya yang mengambang selesai duduk.
"Gue usahain," jawab Cici santai.
"Harus bisa ih. Bawa kado juga yang bagus."
"Iya iya, yaudah gue duluan, bye," Cici perlahan menjauh dari Nayla dsn juga rumah Nayla.
Nayla yang sendiri menghilangkan senyumannya perlahan. Wajahnya berubah datar dengan raut mata kosong dan sedih. "Gue harap besok masih ketemu lo ci, gue sayang sama lo."
---
"Mams," kepala yang ada dibahu itu mendongak keatas. Terlihat dari jauhpun Rangkap sangatkah manja kepada Mami.
"Hm? Kita kok belum dipanggil ya kap?" Mami menjawab dengan beberapa kali melihat ke ruangan dokter berada.
"Ya kan baru dateng. Papi belum pulang ya mams? Akap kangen tau, terakhir ketemu waktu disekolah," Rangkap kembali melihat kearah lurus diujung lorong. Dimana ada seorang laki-laki dan perempuan yang duduk santai.
"Mami juga tau, kangen jiwa dan raga," Mami ikut lemas karena pernyataan Rangkap barusan.
"Jangan jangan Papi selingun mam?"
Pertanyaan asal ceplos tersebut membuat kepala Rangkap hampir jatuh. Sebabnya Mami spontan menjauh dengan menatap tajam Rangkap.
"Ngapain ngomong gitu? Mau Papi selingkuh beneran?"
Rangkap masih lola tentang kemarahan Mami. "Ya nggak gitu. Akap asal aja. Lagian Mami santai bet jadi orang, padahal suami kaga dirumah, Mami biasa aja. Diem aja."
"Tuan Rangkap Abinyu!"
Mami langsung bengkit. Membuat Rangkap mengikuti arah berjalan Mami yang cepat.
"Tapi akap bener kan? Tadi aja waktu Rangkap minta serum, Papi bilangnya biar diurus tante Dewi semua. Rangkap suudzon dong kalo Papi ada apa-apa."
Mami tetap melanjutkan berjalannya menuju ruangan dokter yang ditunggu. Rangkap juga sibuk mengimbangi jalan Mami yang lumayan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiener Leven
Teen FictionIntinya, kita berjodoh. Dengan pembukaan dia yang tidak berhati. Saya hanya mau, dan hidup. Sedangkan dia, memilih alasan Mami untuk semuanya. Arin Salsabila. Open the story! CERITA HANYA BERASAL DARI AUTHOR DENGAN IDE BEBERAPA FILM YANG DILIHAT KAL...