"Duduk dulu. Tunggu sebentar ya, aku mau mengganti pakaianku." Raffa mempersilakan Hassan untuk duduk. Hassan mengangguk sembari memerhatikan isi rumah Raffa yang sama sekali tidak berubah. Hanya diubah bagian kanan sofa di mana terdapat banyak sekali kotak berisi mainan adik Raffa.
Tak lama kemudian, Raffa datang sudah mengenakan pakaian santainya. Hassan tersenyum lebar melihat sahabatnya terlihat seribu kali lebih manis. Sebenarnya Raffa selalu terlihat menarik di mata Hassan, untuk itu dia menyukainya.
"Kau mau dibuatkan apa?"
"Air putih saja."
Raffa mengangguk lalu berjalan ke dapur. Tak sampai menghabiskan banyak waktu, Raffa kembali membawa dua gelas air putih yang dingin. Ia meletakkan gelas tersebut di tengah-tengah meja lalu duduk di samping Hassan. Mereka pun belajar bersama diiringi candaan konyol dari Hassan.
"Raffa, jika ada seseorang mengungkapkan perasaannya padamu, apakah kau akan menerimanya?" tanya Hassan sambil sibuk menuliskan sebuah kalimat di buku tulisnya.
"Mengapa kau bertanya seperti itu? Siapa yang mau mengungkapkan perasaannya padaku?"
"Itu hanya sebuah perumpamaan, kau tinggal jawab mau apa tidak." Kali ini Hassan menghadap ke arah Raffa, menatapnya lekat dengan penuh harap.
"Kau tahu sendiri bukan, aku masih sekolah. Ibuku mengatakan padaku kalau urusan cinta bisa belakangan, untuk saat ini aku ingin fokus meraih impian agar dapat menghidupi ibuku di masa depan."
Hassan melunturkan senyuman. Tatapannya berubah kosong setelah Raffa berkata demikian. Kisahnya belum berakhir begitu saja. Mereka masih berada di bangku SMP. Hassab kembali mengembangkan senyuman sebab saat lulus sekolah nanti, dia bertekad akan menjadikan Raffa sebagai miliknya.
"Hassan, aku bingung dengan soal yang ini, bisakah ajari aku bagaimana cara menyelesaikannya?" Raffa menggeser buku tugasnya agar Hassan dapat melihat.
"Itu mudah."
Hari sudah menjelang sore, Raffa dan Hassan usai mengerjakan tugas mereka sejam lalu, tetapi Hassan malah mengajak Renjun bermain game online bersama. Alhasil saking asyik bermain sampai tidak menyadari kalau waktu sudah semakin sore.
Permainan terhenti saat dering ponsel Hassan berbunyi. Hassan meminta izin mengangkat telepon dari ibunya. Sudah ketebak pasti Hassan di suruh pulang mengingat teman sekelasnya itu sudah keluar rumah begitu lama.
"Aku di suruh ibuku pulang, padahal lagi seru-serunya. Mungkin lain kali aku kesini lagi untuk mengalahkanmu dalam permainan."
Raffa tertawa keras, membantu Hassan mengemasi buku-buku yang berserak berantakan.
"Saat ke sini, jangan lupa membawa camilan agar saat bermain tidak bosan. Ya sudah sana pulang, titipkan salamku untuk ibumu oke." Raffa mengantarkan Hassan sampai ke depan gerbang rumahnya. Pemuda itu mengacungkan ibu jari lalu menghidupkan mesin motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Nono
Hayran KurguBagaimana perasaanmu saat seorang ibu tiba-tiba menyerahkan anaknya kepada orang asing? Itulah yang Raffa alami. ©Lillavias