Raffa terdiam memandang kedua orang berbeda usia yang saling bertatapan sengit seolah telah menyatakan peperangan. Siapa lagi jika bukan adiknya, Zidan dan teman dekatnya, Hassan. Katakan bahwa Raffa sudah pusing oleh tingkah menyebalkan Zidan yang selalu bertindak seenak jidatnya. Hassan juga, temannya itu tidak akan mau mengalah jika bukan Raffa yang memisah diantara keduanya.
"Hassan kalau mau belangkat jangan mengajak kak Laffa! Hassan bisa pelgi sendili tanpa halus belcama kakaknya Nono!"
"Kau bocah tengil tidak berhak mengaturku. Lebih baik kau diam atau kusobek mulutmu!"
"Mulut Hassab aja bial Nono sobek, sini!"
"Kau bocah nakal!"
"Hassan lebih nakal!"
"Kau!"
"Hassan!"
"ARGH! STOOPPP! HENTIKAN!"
Raffa berteriak kencang agar Zidan dan Hassan berhenti berdebat. Raut wajahnya menampilkan kekesalan yang begitu kentara. Bisakah sehari saja Raffa disuguhkan oleh ketenangan? Entah secara batin ataupun fisik? Sungguh, berada di tengah-tengah Zidan dan Hassan sudah membuatnya mengerang frustasi. Ia hampir gila!
"Jika kalian ingin beradu mulut, pergi saja dari sini. Jika perlu pergilah ke tengah hutan yang sunyi agar kalian bisa saling pukul-pukulan. Tidak bisakah kalian berdua diam?!"
"Hassan yang mulai, kak."
"Enak saja kau menyalahkanku. Kau duluan yang memulai perdebatan ini, dasar bocah tengil!"
Raffa memejamkan mata berusaha menahan letupan amarah. "Aku akan pergi jika kalian tidak bisa diam!"
"Jangan!" teriak keduanya secara bersamaan. Raffa memandangnya nyalang kemudian menyambar ponsel dan buku tugasnya pindah masuk ke dalam kamar.
"Jangan bicara padaku jika kalian belum berbaikan!"
BLAM!
Pintu berwarna putih gading itu tertutup dengan kencang. Hassan menatap Zidan lalu membuang muka, begitupun sebaliknya. Tak sudi sekali Hassan berbaikan dengan bocah menyebalkan seperti Zidan. Menurut Zidan, ia juga tak sudi mengucapkan kalimat maaf kepada musuh bebuyutannya. Lebih baik tak mendapat susu malam ini dari pada harus berbaikan dengan Hassan.
"Pakai jaketmu Nono, diluar dingin," perintah Raffa dari dalam kamar. Zidan yang tadinya sedang memakan puding buatan Raffa bergegas masuk mengambil jaket yang sudah disiapkan oleh Raffa sebelumnya.
Mereka akan pergi ke Swalayan membeli bahan makanan dan juga susu untuk Zidan. Raffa selesai memoles bibirnya dengan lipbalm agar tak terlihat pucat saat dipandang.
Kini Raffa dan Zidan sedang berjalan berdua menuju Swalayan yang jaraknya juga tak terlalu jauh dari rumah. Sebenarnya Raffa memutuskan akan pergi sendiri, tetapi adiknya memaksa ingin ikut. Mau tidak mau Raffa pun mengiyakan saja daripada melihat tangisan histeris bocah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Nono
FanfictionBagaimana perasaanmu saat seorang ibu tiba-tiba menyerahkan anaknya kepada orang asing? Itulah yang Raffa alami. ©Lillavias