27. Become unrest

3.9K 614 35
                                    

Zidan menyeringai. "Jadilah kekasihku," ucapnya tanpa beban.

"Zidan, kakak cukup pusing hari ini, tolong mengertilah situasi di mana saat aku sedang sibuk dan disaat aku sedang senggang."

"Aku tahu kau sibuk. Untuk itu terima aku menjadi kekasihmu, baru aku akan pergi. Itu simpel, kau hanya perlu mengatakan 'ya' setelah itu aku akan pergi secepatnya. Tapi jika kau mengatakan 'tidak', maka jangan harap kau bisa mengusirku, karena aku akan tetap di sini."

"Itu tidak adil!"

Zidan tertawa renyah sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan dada. "Hidup memang tidak adil, kak."

Raffa kesal, jengah, lelah, muak, intinya Raffa sangat-sangat geram oleh Zidan. Tak ada yang lain, hanya Zidan, sudah! Raffa heran mengapa Zidan begitu mamaksanya untuk menjadi kekasih. Zidan seorang pelajar sekolah menengah atas, sementara dirinya seorang staff dari perusahaan yang usianya pun terbilang tidak muda lagi, walau sebenarnya usia Raffa tidak terlalu tua. 32 tahun adalah umur Raffa saat ini. Usia mereka bahkan terpaut sangat jauh.

"Jawab kak, aku tidak butuh diammu."

Raffa menghela napasnya berat, kemudian mengangguk.

"Oke!"

"Oke apanya? coba katakan padaku secara rinci dan mendetail."

Raffa mendengus. "Oke, aku mau menjadi kekasihmu, puas?!"

Zidan mengangguk-angguk senang. "Sangat puas. Baiklah kalau begitu, sampai bertemu di rumah, sayang." Zidan mencium pipi Raffa lalu berlari terbirit-birit keluar dari gedung perusahaan tempat dimana sang kakak bekerja. Raffa memijat pelipisnya lelah, menghadapi Zidan sama saja akan membuat stok kesabaran mulai menipis.

"Kekasihmu sangat humoris, Raffa," kikik resepsionis yang sedari tadi melihat kejadian kedua anak adam sedang berseteru.

"Aku hampir gila, kau tahu?" Raffa memandang malas ke arah perempuan di depannya. Tanggapan dari resepsionis itu hanya kekehan renyah.

Raffa masuk ke dalam rumah sambil menenteng sepatu pantofel khusus untuk bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raffa masuk ke dalam rumah sambil menenteng sepatu pantofel khusus untuk bekerja. Saat sudah berada di dalam, Raffa tak merasakan adanya eksistensi orang lain. Siapa lagi kalau bukan adiknya, Zidano Halmahera yang menurutnya sangat menyebalkan.

"Oh, kak?"

Baru saja Raffa merasa senang, sekarang ia memberengutkan wajah mendengar suara yang sangat dikenalnya. Zidan menatap Raffa dengan ekspresi wajah tanpa dosa. Tersenyum menampilkan deretan giginya lalu menghampiri Raffa.

"Kak, aku lapar."

"Lalu?"

"Buatkan aku makanan, kak. Sekarang kau kekasihku. Sebagai kekasih yang baik sekaligus calon istri pengertian, maka sekarang buatkan makanan sebelum calon suamimu yang tampan ini mati, hehe."

Raffa memberikan tatapan tajam ke arah Zidan. "Masak sendiri, kau punya tangan, 'kan?!"

"Wah kak, kebetulan sekali tanganku sedang malas. Aku tidak mau mengambil risiko ketika dapur kebakaran lalu kau memukulku menggunakan spatula."

Raffa mengembuskan napasnya panjang. "Selama aku memasak, tolong jangan menganggu, jangan merusuh, jangan berdekatan denganku, jangan berbicara, dan point utamanya jangan menatapku. Usahakan tutup mata atau perlu kau tunggu di kamar."

"Kenapa harus menunggu di kamar? Kita dinner di sana? Itu ide bagus! Kita bisa dinner untuk kencan pertama kita."

"ZIDANO HALMAHERA!"

Zidan tertawa terbahak-bahak. "Baik, laksanakan calon Bunda dari anak-anakku." Kemudian Zidan melangkah pergi masuk kembali ke kamarnya. Meninggalkan Raffa dengan wajah memerah menahan kekesalan.

Raffa membuka kulkas mencari bahan yang bisa digunakannya untuk memasak. Raffa mengernyit. Raffa pun menepuk kening lantaran lupa berbelanja bulanan saking disibukkan oleh pekerjaan. Sekarang isi kulkasnya kosong dan tidak ada stok bahan makanan. Alhasil mau tidak mau Raffa harus membeli sebelum Zidan semakin membuat darahnya tinggi.

"Zidan, antarkan kakak ke swalayan, cepat!"

"Kenapa ke swalayan, mengapa tidak ke pelaminan?"

Raffa tak mengindahkan kalimat Zidan dan langsung pergi begitu saja. Zidan tersenyum lebar menyusul sang kakak yang meninggalkannya terlebih dahulu.

 Zidan tersenyum lebar menyusul sang kakak yang meninggalkannya terlebih dahulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raffa mencari banyak sekali sayuran hingga buah-buahan untuk stok. Zidan sendiri setia mengekori Raffa sambil mendorong troli. Memilah-milah berbagai merek susu kemudian akan berpindah mencari sekotak sereal. Keranjang troli juga sudah sedikit penuh. Beruntung gaji Raffa selama sebulan tak membuatnya langsung bangkrut karena cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan primer.

Setelah semuanya lengkap, Zidan membawa troli ke kasir untuk melakukan transaksi. Ia berdiri di belakang Raffa, memandang kasir yang sedang memeriksa harga barang hingga kasir laki-laki itu menyebutkan nominalnya.

"Kak, kondom satu."

Raffa langsung menoleh menatap Zidan yang baru saja berbicara dengan lantang. Pembeli yang ada di dekat Raffa juga ikut menoleh, bahkan kasir laki-laki itu juga turut menatap Zidan. Raffa memelototkan mata lalu menginjak mata kaki Zidan dengan kencang sehingga empunya meringis kesakitan.

"Apa jadi kondomnya?" tanya kasir tersebut, berbicara lembut menatap Zidan dan Raffa.

"Tidak!"

"Ya."

Raffa memberikan pendapatnya berbarengan dengan Zidan. Raffa hendak menginjak kaki Zidan lagi, tetapi dapat dielak oleh empunya. Dalam hati, Raffa sudah menyumpah serapahi Zidan dan mulutnya yang ketika berbicara suka seenaknya. Raffa malu, sungguh. Apalagi saat di tatap oleh para pembeli yang tersenyum padanya.

"Satu saja, tidak apa." Zidan kembali bersuara saat kasir di hadapannya terlihat bingung.

"Bayar sendiri!" Lalu Raffa melegang meninggalkan Zidan yang terkekeh-kekeh. Beruntung Zidan punya uang pribadi, jadi tak perlu meminta Raffa.

"Istri saya tsundere-nya sangat besar, jadi harap maklum."

Baby NonoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang