17. Nightmare

4.1K 620 39
                                    


Knock! Knock! Knock!

"Kakak?" Zidan memanggil Raffa dari luar kamar. Anak itu menunggu beberapa detik sampai akhirnya memutuskan untuk masuk karena tak kunjung mendapat respons dari dalam.

Suara pintu terbuka pun terdengar. Zidan melihat kamar Raffa yang gelap gulita menandakan bahwa sang kakak sudah tidur. Zidan berusaha naik ke atas tempat tidur yang lumayan sulit dijangkaunya. Setelah beberapa detik mengalami kesulitan naik ke tempat tidur, kini Zidan merangkak menghampiri Raffa yang terlelap menghadap sisi kanan.

Anak itu mengamati wajah cantik Raffa yang tertidur. Tangan kecil Zidan terulur menyentuh hidung mancung Raffa sampai membuat empunya langsung membuka mata.

"Eh, Nono? Kenapa belum tidur?" tanya Raffa masih berada di posisi ternyamannya. Ia terlalu malas untuk bangun.

"Nono mimpi buluk."

Raffa terkekeh kemudian mengisyaratkan Zidan agar mendekat. Anak itu pun segera berbaring di samping Raffa dan mulai menyamankan posisinya. Tangan kiri Raffa digunakan untuk membelai rambut Zidan agar Zidan tidak perlu mengkhawatirkan mimpinya.

"Memangnya Nono bermimpi apa?"

"Nono bermimpi Moomin ambil kakak dari Nono."

Raffa yang mendengar itupun langsung tertawa pelan. Adiknya ini ada-ada saja.

"Sudah jangan terlalu dipikirkan. Sekarang Nono tidur, karena besok harus sekolah," titah Raffa, mencium pucuk kepala sang adik. Zidan sudah merasa lebih baik saat melihat langsung kalau Moomin tidak mengambil Raffa darinya.

Nono tidak akan mainan lagi sama Moomin. Moomin nakal!

Setelah berjanji dalam hatinya, Zidan segera memejamkan mata. Tak lupa memohon doa kepada Tuhan supaya tidak memberikannya mimpi buruk lagi. Zidan berjanji tidak akan menonton atau bermain dengan Moomin, karena makhluk putih yang disebut kuda nil itu sudah menghianatinya.

 Zidan berjanji tidak akan menonton atau bermain dengan Moomin, karena makhluk putih yang disebut kuda nil itu sudah menghianatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan nakal ya saat di kelas? Nono harus patuh terhadap ucapan guru. Oh iya satu lagi, Nono jangan berlarian, jangan makan makanan yang pedas, saat kesulitan mintalah bantuan kepada guru, dengarkan penjelasan guru dan bermain bersama teman-teman tanpa melibatkan pertengkaran atau memukul. Nono bisa melakukannya?"

Zidan mengangguk semangat. "Siap kapten!" Zidan memperagakan hormat lima jari. Melihat itu kedua sudut bibir Raffa tertarik membentuk senyuman manis.

"Masuklah, kakak akan menjemput seperti biasa," ucap Raffa sambil mengusak rambut hitam adiknya.

"Kakak belangkat duluan, Nono mau lihat kakak belangkat."

"Huh, mengapa?"

"Kakak selalu memastikan Nono sampai ke kelas, sekalang gililan Nono yang melihat kakak belangkat."

Raffa kembali tersenyum dibuatnya. Zidan saat mode menggemaskan seperti ini mampu membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Pada akhirnya Raffa patuh dan pergi dari pelataran sekolah. Tepat sekali bus yang biasa Raffa tumpangi telah datang, jadi Raffa tak perlu menunggu seperti biasa.

Di dalam bus Raffa menyempatkan melambai kepada Zidan. Zidan membalasnya dengan semangat bahkan sampai melompat-lompat dengan tangan kanan terangkat ke atas. Setelah bus menjauh, Zidan segera masuk di mana beberapa temannya sudah ada di kelas. Anak itu menyapanya ramah kemudian duduk di tempat duduknya sembari menunggu bel masuk berbunyi.

 Anak itu menyapanya ramah kemudian duduk di tempat duduknya sembari menunggu bel masuk berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raffa sedang berada di perpustakaan kampus. Ia sibuk berkeliling hanya untuk mencari resep buku masakan. Setelah ketemu, Raffa langsung membawanya duduk di salah satu meja kosong dan mulai mengamati dengan saksama. Alasan mengapa Raffa mencari buku masakan hanya ingin menambah ilmu supaya bisa lebih mahir dalam memasak menu lain.

Saat sedang serius membaca, tiba-tiba sebotol soda terulur ke depan wajahnya. Raffa mendongak untuk melihat siapa gerangan tersebut dan ternyata seorang laki-laki yang Raffa kenal adalah seniornya dari fakultas kedokteran.

"Ah, kak Tio. Ada apa kak?"

Aldian Arsetio atau yang kerap disapa Tio adalah senior Raffa dari fakultas kedokteran. Kakak tingkatnya cukup terkenal. Banyak mahasiswa mengidolakan Tio entah dari bakat, prestasi, ketampanan atau karena kekayaan. Tio merupakan anak dari pengusaha yang terkenal di Indonesia, sudah semestinya banyak yang mengagumi lelaki tampan berkelahiran Juli itu.

Raffa hanya mengenal Tio sepintas. Raffa menghormati Tio karena lelaki itu seniornya. Bertemu atau bercengkrama pun jarang, dan secara kebetulan sekali Raffa melihatnya juga berada di perpustakaan. Raffa cukup terkejut saat melihat keberadaannya.

"Sedang membaca buku masakan?"

"Tidak juga, aku sedang mencuci buku agar terlihat lebih bersih," jawab Raffa jenaka. Tio langsung tergelak oleh penuturan random Raffa.

"Maaf, seharusnya aku tidak menanyakan hal itu, hahaha. Um, ambillah, aku membelinya khusus untukmu." Tio kembali menyodorkan sebotol soda di tangannya kepada Raffa.

"Kak, kurasa lain kali kau tidak perlu repot-repot membawakan soda untukku. Aku tidak minum minuman seperti itu," balas Raffa kemudian tangannya bergerak ke samping untuk mengambil botol berwarna biru miliknya. "Air putih sudah cukup bagiku. Selain sehat, juga tidak harus mengeluarkan uang untuk membeli," lanjutnya sambil menunjukkan botol minumnya. Sedikit diberi goyangan hingga air di dalam botol ikut bergerak-gerak.

Tio cukup tertegun mendengar itu. "Kau benar. Kupikir aku akan membuangnya saja." Tio hendak melangkah, akan tetapi suara Raffa menginterupsi.

"Dasar orang kaya, lebih baik soda itu kau simpan untuk nanti daripada kau buang secara percuma. Jika tidak menginginkannya lagi, alangkah baiknya berikan saja kepada temanmu," tutur Raffa seraya melanjutkan membaca buku bacaannya.

Tio menyimpan soda itu ke dalam tas. Kemudian Tio duduk di depan Raffa sembari memerhatikan Raffa dengan serius. Juniornya ini berbeda dari kebanyakan mahasiswa yang memandangnya dari segi ketampanan dan kekayaan. Tio semakin tertarik, ia penasaran dengan Raffa yang selalu bertindak bijaksana menanggapi segala sesuatu dengan kepala dingin.

"Boleh aku minta Id Line-mu?"

"Kenapa?"

"Ingin menyimpannya saja."

Raffa menghidupkan ponselnya lalu menunjukkan itu kepada Tio agar menyalinnya sendiri. Setelah selesai, Raffa kembali fokus pada bukunya.

"Kurasa aku menyukaimu, Raffa."

"Hah?!"

Baby NonoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang