"Nono kenapa belum pulang?"
Zidan menolehkan kepala mendengar suara teman barunya menginterupsi dirinya. Zidan tersenyum sambil menggeser duduknya agar Nina dapat duduk di samping. Tanpa menunggu lagi, Nina berusaha naik ke atas pembatas yang tingginya agak sulit terjangkau oleh anak seusia Nina dan Zidan. Mengingat Nina memakai rok, jadi agak sulit untuk naik. Zidan yang baik hati, turun dan membantu Nina dengan mengambil kursi kecil yang kebetulan ada di luar kelas.
"Telima kasih Nono."
"Sama-sama Nina."
Nina memanyunkan bibir. "Nono belum menjawab peltanyaan Nina."
"Ah, Nono sedang menunggu kakak Nono datang. Telus, Nina sendili kenapa belum pulang?" tanya Zidan dengan aksen cadelnya. Dia belum sepenuhnya mahir mengucapkan huruf 'R' dengan benar.
"Kita sama hihi, Nina juga sedang menunggu kakak Nina menjemput."
Zidan mengerjapkan kedua kelopak matanya berulang-ulang. "Apa kakak Nina selalu pelgi setiap pagi? Ehm apa ya namanya. Nina tahu tidak sekolah untuk olang besal, tidak pakai selagam tapi pakai baju biasa?"
"Kampus?"
"Iya benal, kampus! Kakaknya Nono setiap pagi selalu pelgi untuk sekolah sama sepelti Nono. Kakaknya Nono sekolah di kampus, kakak Nina juga sama tidak?"
Nina menggelengkan kepalanya. "Kakaknya Nina kelja di tempat yang besaaalll banget. Kakak Nina sudah tidak sekolah lagi, sudah lulus. Nina juga mau sepelti kakak bial bisa cali uang untuk Mama."
"Benalkah? Nono juga mau. Nono ingin membuat kakak Nono senyum telus."
"Nono!" Seseorang memanggil. Zidan tersenyum lebar lalu lompat untuk menghampiri sang kakak yang ditunggunya sedari tadi.
"Kakak, Nono lindu!"
Raffa tertawa seraya mengusak rambut adiknya. "Kakak juga rindu," ujarnya. Arah pandangnya lalu beralih menatap Nina yang tengah memerhatikan interaksinya bersama Jeno. "Itu temannya Nono ya?"
Zidan menoleh ke belakang untuk melihat Nina. "Iya kak, namanya Nina. Kak, tunggu sebental ya kalena kakak Nina belum jemput Nina. Kasihan kalau kita tinggal."
"Hm baiklah-baiklah. Nono duduk dulu temani Nina ya? Kakak mau kesana sebentar." Raffa menunjuk minimarket terdekat, letaknya tak terlalu jauh dari sekolah. Zidan pun mengangguk. Dia kembali duduk di tempatnya.
"Kakaknya Nono cantik."
"Kakaknya Nono memang cantik hihi~"
Tak lama kemudian Raffa datang sembari menenteng kantong plastik berwarna putih di tangan kanannya. Dia duduk di samping Nina dan memberikan sebotol Yogurt kepada anak perempuan itu dan juga Zidan.
"Telima kasih kakak cantik."
"Kakak cantik?" ulang Raffa. Nina langsung mengangguk, membuat Raffa tertawa karena panggilan lucu untuknya. Setelahnya, Raffa tidak ingin mempermasalahkan itu. Raffa membuka air mineralnya lalu diteguk hingga setengah.
"Kak, Nono tidak bisa membuka tutupnya," adu Zidan menunjuk botol Yogurt miliknya. Raffa terkekeh renyah. Bodoh sekali dirinya sampai lupa jika adik kecilnya belum bisa membuka penutup botol seorang diri.
"Nina mau kakak bukakan?" tawar Raffa dan mendapat anggukan dari anak perempuan itu. Ketiganya pun lanjut bercerita sambil menunggu kakak perempuan Nina datang.
Zidan memandangi Raffa yang sedang sibuk pada laptop. Bocah berusia 7 tahun itu sudah sejak 30 menit lalu berada di tempatnya sembari mengamati sang kakak dalam diam. Raffa yang risih dipandangi seperti itu lantas segera menutup laptopnya. Menatap balik sang adik yang menyunggingkan senyuman ke arahnya.
"Nono kenapa?"
Anak itu menggeleng. "Kata Nana kalau kita melihat olang yang kita sukai dan orang itu telusik, maka dia juga cinta juga sama kita. Kakak cinta Nono ya?"
Raffa termangu saking terkejut akan perkataan sang adik. Jangan lupakan kedua mata itu ikut melotot hanya karena ucapan polos seorang anak kecil. Bisa-bisanya Zidan mengatakan hal semacam itu kepadanya. Padahal anak itu sendiri tidak mengerti apa itu cinta, dasar anak kecil.
Raffa memilih tetap diam daripada menanggapi hal-hal random yang ada di kepala Zidan. Dia melanjutkan mengurus tugasnya yang belum selesai.
"Kak, menikah sama Nono ya kalau Nono sudah besal?"
"Nono jangan berbicara seperti itu. Nono masih kecil kenapa bahasnya tentang menikah? Sekarang kakak tanya, Nono tahu tidak apa itu pernikahan dan menikah? Kalau Nono tahu, kakak bersedia."
Dilihat anak itu membuat raut muka kebingungan. Raffa tertawa terpingkal melihat Zidan memberengut dengan bibir maju. Sudah Raffa duga pasti Zidan tidak akan bisa menjawab pertanyaannya. Lebih baik Raffa menggoda Zidan saja agar anak itu diam, meski berakhir dengan tangisan.
"Tunggu Nono sudah besal, Nono bakal jelasin apa itu pelnikahan bial bisa menikah sama kak Laffa."
"Tidak boleh. Harus dijawab hari ini juga. Kakak butuhnya sekarang, bukan menunggu Nono dewasa."
"Kakak culang!"
"Tidak ada yang curang. Kakak berkata seperti ini agar Nono tidak sembarangan mengajak kakak menikah. Lagian tipe kakk bukan anak nakal seperti Nono."
Zidan mencebikkan bibirnya ke bawah bersiap untuk menangis. "Kak Kaffa nakal ... huwaaa!"
Benar bukan, sekali digoda pasti Zidan akan berakhir menangis.
"Tahu tidak, tipe kakak adalah kak Hassan." Raffa masih belum puas mengerjai Zidan. Biarkan saja, Raffa juga sedikit kesal oleh Zidan yang cerewet dan petakilan.
"Huwaaa belhenti kak!" Zidan berdiri dari duduknya, naik ke pangkuan Raffa guna menutup mulut sang kakak agar berhenti berbicara.
Raffa menahan tangan mungil Zidan sambil terus menggodanya. "Tidak mau wlee~ kak Hassan itu tampan, cocok jadi suami kakak. Bukan Nono yang nakal dan banyak tingkah."
"Hwaaah! Berlhenti kak! Nono tidak suka kakak bicala sepelti itu!"
Berakhir dengan Zidan yang mengamuk meminta agar Raffa menarik kata-katanya kembali. Tentu hal itu membuat Raffa benar-benar terhibur untuk terus mengerjainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Nono
FanfictionBagaimana perasaanmu saat seorang ibu tiba-tiba menyerahkan anaknya kepada orang asing? Itulah yang Raffa alami. ©Lillavias