24. Lucky charm

3.5K 637 63
                                    


Raffa berjalan ke arah pintu guna membukakan seseorang yang mengetuk dari luar. Suara kunci diputar terdengar lalu Raffa menarik gagang pintu untuk melihat siapa yang bertamu. Seketika raut wajah Raffa berubah datar. Raffa kembali berniat menutup pintu, namun orang itu malah menahannya.

"Raffa, jangan seperti ini. Tolong maafkan aku."

"Pergilah, Hassan!"

"Tidak, kecuali kau mau memaafkanku."

"Aku tidak sudi memaafkan bajingan sepertimu! Enyahlah dari sini!" Raffa mati-matian menahan pintu dengan tubuhnya. Tenaga Hassan benar-benar kuat, Raffa sampai kewalahan dibuatnya.

Pintu berhasil ditutup oleh Raffa yang terus mendorong menggunakan sisa tenaganya. Raffa segera mengunci pintu agar Hassan tak dapat masuk. Napasnya tersengal-sengal. Raffa berdiri di balik pintu seraya mengatur pernapasannya yang terengah.

Tak mempedulikan gedoran berasal dari luar yang memintanya membuka kembali pintu. Raffa tidak peduli dan memilih pergi dari sana. Jika dibiarkan, Hassan akan pergi dengan sendirinya nanti.

"Kenapa kakak belalian?" tanya Zidan penasaran. Anak itu menyembulkan kepala dari balik pintu kamar saat melihat Raffa berlari kecil.

"Ssssst, Nono diam saja, oke? Nanti juga akan tenang."

Raffa melirik pintu utama rumahnya di mana masih terdengar Hassan yang mengetuk pintu. Raffa menghela napasnya cukup berat, menggiring Zidan masuk kamar lagi.

Raffa menggunakan sisa waktunya mengajari Zidan mengerjakan PR. Hanya tugas matematika dan menggambar. Mereka berdua mengerjakan dari pukul 3 sore, selesai pukul setengah empat. Jam 4 sampai jam 7 malam Raffa gunakan untuk merevisi tugas kuliahnya. Bahkan saat Raffa ingin mengambil air minum, suara Hassan tak lagi terdengar. Raffa pun tersenyum mengejek dan kembali lagi ke kamarnya untuk memberikan segelas susu hangat kepada Zidan.

"Setelah ini Nono tidur ya? Kakak ingin ke depan sebentar."

"Okey dokey kapten."

Raffa membuka pintu rumahnya. Niat hati ingin memeriksa apakah Hassan benar-benar sudah pulang atau belum, Raffa malah disuguhi oleh kehadiran Hassan yang duduk bersandar pada tembok dalam keadaan lesehan di lantai. Hassan memandangnya sendu membuat Raffa mengembuskan napasnya berat. Menarik tangan Hassan agar berdiri.

"Kau idiot! Kenapa tidak pulang, dasar bodoh!"

"Aku menunggumu."

"Pulanglah, aku akan menelepon taksi."

Hassan menahan tangan Raffa yang hendak masuk ke dalam rumah. "Maafkan aku, aku mohon maafkan aku Raffa." Hassan memohon sambil bersimpuh memegangi kaki kanan Raffa.

"Kau memintaku untuk memaafkanmu, sedangkan kau sendiri telah membuat aku kecewa. Dengan memaafkanmu, apakah semuanya bisa kembali lagi? Sekarang aku ingin bertanya, apa alasanmu menukar obat ibuku?"

Hassan mendongak menatap Raffa. "Kau tidak akan percaya jika mengetahui ini. Ayah Zidan meminta kepada Ayahku mengambil Zidan dengan cara meracuni Bibi Wendi sebagaimana Ibumu telah membantu Ibu kandung Zidan membawa kabur bayi itu. Ayah memintaku menukar vitamin Bibi Wendi dengan obat itu. Jika aku menolak, maka Ayah akan menargetkanmu sebagai gantinya. Sebenarnya aku tidak mau, saat itu aku merasa sangat tersudutkan sehingga tak ada pilihan lain selain mematuhi perintah Ayahku."

"Aku minta maaf. Kau boleh memukulku, asal jangan pernah membenci apalagi menjauhiku, aku mohon."

Raffa melangkah masuk guna mengambil ponselnya. Ia menahan tangis yang menuntut untuk keluar dengan mencari nomor taksi langganannya.

Baby NonoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang