Ketukan pintu berasal dari luar rumah membangunkan Raffa yang masih bergelung dengan selimut hangatnya. Dalam keadaan terpaksa, Raffa pun bangun dan melangkah dengan kaki gontai ke arah pintu utama. Hari masih telalu pagi dan siapa yang membangunkannya?Raffa membukakan pintu untuk Sekar. Perempuan itu yang sedari tadi menganggunya tidur sambil terus mengetuk bak orang kesetanan. Raffa saat mengetahui kehadiran Sekar berakhir mendecak kesal. Teman dari Ibunya ini memang perempuan pantang menyerah, hanya saja sedikit menyebalkan.
"Bibi ingin berbicara empat mata denganmu."
Raffa menggaruk kulit kepalanya frustasi. Ia masih mengantuk dan hari ini weekend. Raffa ingin menghabiskan seluruh waktunya dengan tidur sepanjang hari agar tenaganya kembali terisi. Akan tetapi selalu saja ada gangguan yang membuatnya kesal bukan main.
"Katakan di sini setelah itu pergi."
"Kau mengusirku?"
"Bibi! Aku ingin tidur!"
Sekar memandang jengkel sikap Raffa terhadapnya. Sekar pun asal masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa sebelum mendapat izin dari si pemilik rumah. Raffa semakin dibuat geram. Jika saja Sekar seumuran dengannya, sudah sejak tadi Raffa akan memukuli perempuan itu. Bukan berarti Raffa suka bertindak kasar terhadap perempuan, namun jika sudah sangat kesal, ia tak segan-segan untuk menjitak, memarahi atau memukul orang yang membuatnya marah.
"Ini penting!" tegas Sekar.
Raffa mendaratkan bokongnya pada kursi sofa yang kosong. "Katakan apa yang ingin bibi katakan."
"Sesuai janjiku kemarin jika aku akan mendapatkan bukti bahwa Ibumu tiada karena mengonsumsi obat itu. Dan tuduhan itu memang ada benarnya."
"Jangan bertele-tele, langsung ke intinya!"
Sekar menghela napasnya panjang. "Kupikir ini ada sangkutpautnya dengan asal usul Zidan. Kau tidak curiga kepada temanmu yang bernama Hassan?" tanya Sekar. Perkataannya membuat Raffa terdiam untuk sesaat.
"Kau pernah mengatakan waktu Zidan diserahkan, seorang wanita berlari sambil menangis dan memintamu membawa Zidan dari kejaran beberapa pria berpakaian hitam? Tidakkah kau curiga mereka yang mengejar ibu kandung Zidan adalah suruhan seseorang untuk menghabisinya? Maksudku begini, kau tidak mencurigai darimanakah Zidan berasal? keluarganya, identitas dan mengapa wanita itu dibunuh? Bahkan kasus ini tidak dilaporkan ke pihak berwajib. Dibiarkan menggantung begitu saja seolah hilang tanpa jejak."
"Sejujurnya aku bisa menyelidiki kasus seperti ini, namun sepertinya cukup rumit jika kita tidak menanyai pihak yang memang dekat dengan keluarga asli Zidan. Kita bahkan tidak tahu siapa keluarga asli anak itu, bukan? Aku mencurigai bahwa Hassan merupakan saudara dekat Zidan, bisa dikatakan sepupu dan Hassan pula yang menukarkan obat asli Wendi dengan mengancam Leo. Untuk itu dokter Leo juga korban dan aku semakin memperkuat dugaan jika keluarga Hassanlah dibalik semua ini."
Raffa terdiam sejenak. Berpikir keras memahami maksud perkataan Sekar. "Jadi maksud Bibi, Hassan sengaja melakukan ini kepada Ibuku?"
"Entahlah, tapi sewaktu aku menanyai Leo, informasi yang aku dapatkan juga kurang lengkap. Leo mengatakan ia di ancam oleh Hassan jika tidak memberikan obat itu, maka keluarganya yang akan menjadi korban."
FLASHBACK
"Kau yang memberikan obat berdosis tinggi kepada Wendi, bukan?"
Senyuman Leo luntur. Lelaki itu memandang Sekar dalam keterdiaman yang justru membuat Sekar memperkuat dugaan.
"Kau temannya Wendi, bukan? Katakan padaku apakah kau sengaja memberikan obat itu kepada Wendi agar dia tiada? Apa kau seorang monster pembunuh? Kau ini teman atau malah musuh?"
Leo bergeming dan kini pandangannya menunduk. Sekar berusaha menetralisir amarahnya yang menggebu. Perempuan itu berdiri dari duduknya lalu mengeluarkan kartu identitas sebagai ancaman.
"Jika kau hanya diam, aku akan menuntutmu. Itu membuktikan bahwa kau memang pelaku pembunuhan berencana," tegasnya. Leo langsung mendongak memandang Sekar dengan pandangan menyendu.
"Tidak puaskah semua orang mengancamku, menakutiku dengan berbagai alasan yang bisa membuatku jatuh begitu saja?"
Sekar mengerutkan dahi. "Apa maksudmu? Aku mengancam karena kau hanya diam dan aku sedang bertugas melakukan penyelidikan untuk temanku. Jangan salahkan aku apabila tuduhan jatuh kepadamu agar kau juga mau membuka suara!"
"Kau benar, aku memberikan obat itu dengan sengaja kepada Wendi. Itu karena seseorang mengancam akan membunuh keluargaku! Aku terpaksa melakukan itu agar keluargaku tidak menjadi korban!"
"Yang aku ketahui, remaja bernama Hassan menyuruhku memberikan obat berdosis tinggi kepada Wendi. Kala kutanya dia terus memaksaku untuk menuruti permintaannya. Aku pikir itu hanya obat biasa, namun karena bungkus tersebut cukup mencurigakan maka aku melakukan tes dan itu adalah obat dengan dosis tinggi yang bisa merusak saraf dan pembuluh darah. Dia datang padaku setiap minggu jadi aku melakukannya dengan terpaksa!"
"Jika kau berada diposisiku kau akan tahu bagaimana rasanya diselimuti rasa ketakutan saat seseorang mengancam akan mencelakai orang yang kita sayang. Aku tidak ingin keluargaku menjadi korban dalam perbuatan keji yang dilakukan bocah itu hanya karena aku melaporkan perbuatannya pada polisi!"
Sekar mengangguk. "Baik, apakah kau diberitahu motif perbuatan Hassan saat memberikan obat itu kepadamu?"
"Aku tidak tahu, tapi yang pasti dia datang dan memintaku memberikan obat kepada kak Wendi. Aku juga terkejut efek dari obat itu bekerja sangat cepat sehingga membuat kak Wendi terkena leukemia stadium akhir. Tolong, kumohon padamu, jangan katakan kepada siapapun. Aku tidak ingin keluargaku terkena imbas. Kau polisi dan aku takut hal itu terjadi."
"Tenanglah, aku tidak akan melibatkanmu ke dalam permasalahan ini. Aku jamin kau beserta keluargamu akan mendapat perlindungan setelah semua bukti ini terkumpul. Aku ingin berterima kasih karena kau sudah mau menjelaskannya, aku akan pergi."
FLASHBACK END
Raffa menitikkan air mata mendengar penjelasan dari Sekar. Mengapa Hassan tega melakukan itu kepada Ibunya? Raffa beranjak masuk ke kamarnya untuk mengambil mantel. Ia melangkah pergi dari rumah membuat Sekar yang melihat itu segera mengejar Raffa.
Jika memang Hassan mempunyai masalah dengan Ibunya, kenapa jalan satu-satunya adalah dengan cara membunuh?
"Aku membencimu, Hassan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Nono
FanfictionBagaimana perasaanmu saat seorang ibu tiba-tiba menyerahkan anaknya kepada orang asing? Itulah yang Raffa alami. ©Lillavias