08. Life is Still Going On

5.4K 741 15
                                    

Raffa duduk gelisah menunggu dokter yang sedang menangani ibunya tak kunjung keluar. Sedari tadi Hassan berusaha menenangkannya, tapi Raffa tak ada hentinya menangis.

"Tenangkan dirimu, aku yakin bibi Wendi akan baik-baik saja."

"Tahu dari mana jika ibuku akan baik-baik saja! Apa kau dokternya?!" Raffa refleks berteriak marah, membuat Hassan terkesiap oleh nada tinggi Raffa barusan. "M-maafkan aku, aku tidak bermaksud membentakmu."

Raffa sungguh tidak berniat begitu, ia hanya mengkhawatirkan sang ibu sehingga emosinya langsung meluap dan akhirnya Hassan yang terkena pelampiasannya. Hassan sendiri cukup mengerti. Iapun memeluk Raffa dari samping sembari membisikkan kata-kata penenang.

Tak lama berselang pintu unit gawat darurat terbuka. Sosok lelaki muda berjas putih keluar setelah beberapa menit menangani Wendi di dalam sana.

"Dokter Leo, bagaimana dengan ibuku?" tanya Raffa berdiri disamping sang dokter.

Dokter bernama Cleo Ardiwinata itu tampak murung. "Maaf aku mengatakan ini, tapi kak Wendi terkena leukemia stadium akhir. Sebelumnya dia pernah datang kemari guna memeriksakan keadaannya. Saat itu leukemianya tidak separah sekarang. Apa kau pernah melihat ibumu meminum obatnya?"

Raffa menggeleng. "Ibuku tidak pernah mengatakannya padaku. Aku mohon padamu kak, tolong sembuhkan ibuku." Raffa kembali menangis sembari menggenggam tangan Leo.

Lelaki itu menatapnya iba. Seseorang yang terkena leukemia stadium akhir sangat tidak memungkinkan akan sembuh total. Leo pernah menangani pasien leukemia, namun kematianlah yang didapatkan. Kanker itu sangat berbahaya jika dibiarkan, dan Leo sebagai seorang dokter merasa tidak berguna sebab tak mampu menolong.

Tapi kali ini ia akan berusaha keras supaya Wendi dapat disembuhkan. Bertahun-tahun mempelajari berbagai jenis kanker, Leo yakin akan kemampuannya. Ia tidak ingin melihat keluarga pasien menitikkan air mata karena kanker ganas itu.

"Aku dan tim medis akan berusaha membuat ibumu sembuh. Untuk sementara waktu, pasien harus mendapat penanganan lebih lanjut. Kau bisa mengurus administrasinya ke resepsionis," titah Leo.

Raffa menghapus air mata yang berlinang. Mengangguk paham lantas pergi ke resepsionis di lantai bawah. Hassan yang hanya melihat pun ikut menyusul Raffa, siapa tahu pujaan hatinya itu membutuhkan bantuannya.

 Hassan yang hanya melihat pun ikut menyusul Raffa, siapa tahu pujaan hatinya itu membutuhkan bantuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Satu juta?!" pekik Raffa sedikit berteriak. Beberapa orang langsung menatapnya, tetapi Raffa tidak mempedulikan mereka.

"Benar dek."

Raffa mengembuskan napasnya berat. Mengapa biaya ruang inap bisa semahal itu. Raffa tidak tahu harus mencari uang kemana, ia tidak ada pengalaman kerja sebelumnya.

"Aku akan membayarnya," sahut Hassan.

Raffa lantas menoleh. "Tidak, aku mohon! Aku tidak ingin merepotkanmu. Aku bisa mencari uangku sendiri." Sejujurnya Raffa tidak ingin membuat sahabatnya menanggung semua biaya inap sang ibu, terlebih Raffa tidak mau berbalas budi pada siapapun.

"Ibumu membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Jika kau menolak, yang ada dokter tidak akan segera melakukan penanganan. Kau tidak usah mengembalikannya, aku membantumu sebagaimana kau pernah membantuku saat aku mengalami kesulitan."

Raffa menepis tangan Hassan yang ada dipundaknya. "Kau melakukan itu karena kasihan padaku? Aku tidak perlu dikasihani. Keluargaku tidak semiskin yang kau bayangkan. Aku bisa mengumpulkan uangku sendiri tanpa campur tangan dirimu!" Lalu Raffa melegang meninggalkan Hassan yang memandangnya sedih.

Raffa berjalan di trotoar dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ia menolak tawaran Hassan karena ia tidak ingin dibelas kasihani. Raffa harus segera mencari pekerjaan supaya bisa melunasi administrasi rumah sakit ibunya. Tetapi Raffa tidak tahu harus mencari uang kemana. Raffa bingung harus melakukan apa agar satu juta bisa segera terkumpul dalam waktu sehari.

Don't stop the music wae meomchwo isseo
Chumchudeut doraga Life is a party so
Ttaki mwol an haedo Tick tock Tick tick
Life is Still Going On geujeo heulleogo

Raffa melihat seseorang tengah bernyanyi sembari memainkan sebuah gitar, ditonton oleh beberapa orang yang berlalu lalang. Sebagian dari mereka memberikan sejumlah uang sebagai pujian atas nyanyian yang dinyanyikan orang itu sangatlah merdu.

Hey DJ Play that song daeun norae
It's like a music box geokjeongeun geumanhae
Oneureun jeulgyeobwa jamsirado
Life is Still Going On amteun heulleoga

Raffa semakin tertarik dengan lagu yang menurutnya menenangkan itu. Lelaki yang sedang bernyanyi berparas tampan, memiliki alis camar dan berpipi tirus. Raffa rasa lelaki itu bukan orang Indonesia, karena wajahnya blasteran orang barat.

Raffa tersenyum tipis. Tak disangka mata mereka bertemu, membuat Raffa segera menampilkan senyuman ramah. Lelaki itu mengakhiri nyanyiannya. Manik hazelnya memandang teduh ke arah Raffa yang hendak pergi.

"Wait."

Lelaki itu memanggilnya. Raffa lekas berhenti melangkah saat lelaki asing itu menghampiri.

"You are Raffael Simanjuntak, right? tanyanya sambil menunjuk Raffa.

"Benar, kau mengenalku?" Raffa membalikkan pertanyaan lelaki itu. Si alis camar langsung tertawa keras sembari menepuk-tepuk pahanya.

"Namaku Marco Emmanuel, kau pasti mengenal Hassan bukan? Aku sepupunya. Dia sering menceritakanmu dan kebetulan kita bertemu di sini, jadi aku berinisiatif mengajakmu berbincang seputar musik. Hassan bilang kau memiliki suara bagus dan merdu?"

Raffa mengerutkan dahi. "Ayolah, jangan sungkan. Aku baru saja pindah ke Jakarta tiga hari yang lalu. Kau mau duet bersamaku?" tawar Marco bersemangat.

"Bolehkah?"

Marco menepuk pundak Raffa keras sampai membuat Raffa mengaduh pelan. "Kenapa tidak mencobanya dulu? uang yang terkumpul akan kubagi denganmu."

Raffa berpikir sejenak. Dirasa cukup menarik, iapun segera menyetujuinya. Raffa membutuhkan uang, dan pekerjaan sesuai hobinya sudah datang langsung dari Marco. Lelaki itu menyerahkan mikrofon kepada Raffa dan diterima baik oleh si empu.

Marco bermain gitar sementara Raffa yang akan menyanyi. Petikan gitar pertama membuat Raffa sedikit grogi, tetapi ia langsung teringat pada ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit.

Apapun, untuk ibunya, Raffa rela!

Don't stop the music wae meomchwo isseo
Chumchudeut doraga Life is a party so
Ttaki mwol an haedo Tick tock Tick tick
Life is Still Going On geujeo heulleogo~









Baby NonoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang