06. Cockroach

6K 847 9
                                    

Raffa baru saja pulang sekolah. Saat sampai di rumah, ia dibuat mengelus dada ketika ruang tamunya sudah berantakan. Biang keroknya tak lain tak bukan adalah adiknya sendiri. Bayi itu setiap harinya semakin aktif membuat Raffa kelelahan, apalagi banyaknya mainan berceceran sampai dikolong-kolong meja atau lemari.

Raffa terlebih dahulu memisahkan adiknya dari semua mainan dan meletakkannya ke dalam ayunan. Raffa tak mengindahkan protesan yang bayi itu gumamkan. Raffa berjalan ke kamar untuk mengganti pakaian.

Sekembalinya, Raffa segera memunguti satu persatu mainan-mainan itu lalu memasukkannya ke dalam kotak. Raffa memijat pelipisnya yang berdenyut. Sejak tadi Raffa tak melihat ibunya muncul, pantas saja Zidan bisa memecahkan vas bunga.

"Akh!"

Jari telunjuk Raffa terkena pecahan keramik dari vas itu. Sektika darah keluar lumayan banyak sampai menetes ke lantai.

"Ffa!"

Adiknya memanggil dengan berpegangan pada pinggiran ayunan. Raffa berlari ke dapur guna membersihkan darah yang keluar. Sepertinya bayi itu mengkhawatirkannya. Terlihat saat Zidan bergumam seolah hendak menyampaikan sesuatu. Tapi bayi belum bisa berbicara, jadi Raffa tidak memahami apa yang ingin Zidan utarakan.

Raffa hanya membasuh darahnya dengan air mengalir. Ia melanjutkan memberesi mainan-mainan adiknya ke dalam kotak besar. Sedangkan Zidan menatap sang kakak sesekali cekikikan ketika Raffa menggerutu kesal karenanya.

Raffa menyapu area yang kotor, namun saat sapu Raffa arahkan ke bawah lemari, tiba-tiba muncul seekor kecoa berukuran lumayan besar berjalan ke arahnya. Sejujurnya Raffa tidak takut pada kecoa, hanya saja Raffa cukup geli sehingga ia berteriak histeris, berlari terbirit-birit berakhir naik ke atas meja.

Zidan tertawa lagi karena tingkah Raffa benar-benar menghiburnya. Bayi itu naik ke pinggiran ayunan berniat turun sendiri. Raffa memekik panik ketika Zidan hendak turun. Posisi Zidan menggantung ke bawah, kedua tangannya berpegangan erat dan kakinya bersiap menapak lantai. Ayolah, itu aksi berbahaya bagi seorang bayi lemah seperti Zidan, tetapi kabar baiknya adiknya itu berhasil turun dengan selamat.

Di bawahnya ada bantal sofa sebagai pendaratan teraman untuk Zidan.

Raffa berteriak memperingati supaya Zidan tidak mendekati kecoa itu. Adiknya justru merangkak sembari cekikikan menghampiri serangga menjijikan yang sedang berdiam diri di lantai.

"Zidan menjauh! Zidan!"

Zidan sempat berhenti sejenak untuk menoleh ke arah sang kakak yang berteriak memanggilnya. Ia memiringkan kepala lalu kembali merangkak. Sampailah di depan kecoa yang masih berdiam diri itu.

Zidan mengambilnya lalu ia genggam dan sedikit diremas. Zidan pun berjalan memutar tepatnya ke arah tempat sampah berada. Jujur, Raffa ingin muntah. Adiknya sama sekali tidak takut sampai berani menyentuh hewan itu di tangannya. Raffa menjadi terbayang menyentuh kecoa lalu memainkannya seperti yang Zidan lakukan.

Raffa bergidik ngeri membayangkannya.

Zidan berpegangan pada tempat sampah lalu memasukkan kecoa itu ke dalam. Dia menampilkan cengiran lucu kepada Raffa. Merasa telah aman, Raffa segera turun dari atas meja lalu mengambil tisu basah guna mengelap tangan Zidan. Raffa juga menyemprotkan hand sanitizer agar kuman yang menempel di tangan Zidan lekas mati.

"Lain kali Zidan tidak boleh melakukan itu lagi. Jika kecoanya menggigit, nanti Zidan menangis, pasti aku yang terkena marah oleh Ibu, mengerti?"

Raffa memandang serius wajah sang adik. Zidan sendiri hanya mengerjapkan matanya lalu tersenyum manis hingga kedua matanya membentuk lengkungan layaknya bulan sabit.

 Zidan sendiri hanya mengerjapkan matanya lalu tersenyum manis hingga kedua matanya membentuk lengkungan layaknya bulan sabit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibu, doakan aku ya." Raffa mencium pipi ibunya.

"Kamu pasti bisa, Raffa. Semangat ya anakku."

Wendi memeluk Raffa dengan erat. Zidan berdiri sembari berpegangan pada kaki Raffa, tangan kanannya ke atas meminta di gendong oleh sang ibu. Wendi segera mengangkat tubuh gembul Zidan sampai bayi itu setinggi Raffa. Tangan kanan Zidan terulur ke depan, menyentuh pipi Raffa lalu mencium sang kakak tepat di pipinya.

"Themangat Ffa!"

Raffa tersenyum manis. Adiknya benar-benar mood booster yang membuat kegugupan dalam diri Raffa mencair.

"Baiklah, aku berangkat. Sampai jumpa." Raffa berjalan keluar meninggalkan pelataran rumahnya.

Sesampainya di sekolah ia segera masuk ke dalam kelas. Sebelum masuk, akan ada guru pengawas mencegatnya di depan pintu. Guru itu memeriksa apakah dirinya membawa contekan atau tidak. Sang guru tersenyum lalu mengizinkan Raffa masuk. Raffa bukanlah murid yang suka menyontek, jadi ia tidak perlu takut saat pemeriksaan berlangsung.

Raffa berkeringat panas dingin. Ia berada di dalam kelas, namun suasana terlihat sangat berbeda karena hari ini ia akan menghadapi ujian kelulusan. Semua teman-temannya tampak percaya diri sementara dirinya terlihat sangat gugup. Hassan yang melihat itu segera menepuk pelan pundak Raffa.

"Rileks," ucap Hassan berinisiatif menenangkan sang pujaan hati.

Raffa mengangguk samar. Remaja berkulit eksotis itu tersenyum tipis memandang punggung Raffa. Hassan sangat bangga bisa menyukai Raffa. Pujaan hatinya itu mempunyai tekad besar yaitu menginginkan juara kelas agar bisa meraih beasiswa sekolah menengah akhir.

Aku yakin keinginanmu pasti akan terkabulkan, Raffa.

Baby NonoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang