12. First day of school

5K 741 24
                                    

"Nah, kau sudah sangat tampan."

Raffa tersenyum ceria memandang cermin. Adiknya, Zidan, akan masuk taman kanak-kanak hari ini. Berbagai persiapan sudah Raffa lakukan jauh-jauh hari sebelum anak berusia 4 tahun itu menempuh pendidikannya. Raffa sendiri baru memasuki kuliah semester satu.

Walau ia sibuk dengan tugas kuliah, Raffa masih bisa membagi waktunya untuk Zidan seperti membuatkan susu saat anak itu merengek, menemaninya tidur saat anak itu mengantuk dan mengajaknya bermain saat adiknya merasa bosan.

Beruntung Zidan tidak sangat merepotkan ketika Raffa sedang mengerjakan tugas yang deadlinenya mepet. Zidan akan menunggu dengan sabar hingga Raffa berkata 'selesai'. Itu merupakan sebuah kalimat yang membuat Zidan kecil merasa bahagia dan gembira.

"Dan kak Laffa cantik~"

Raffa terkekeh menanggapi ucapan Zidan. Ia menuntun adiknya keluar dari kamar menuju ruang makan sebelum berangkat sekolah. Raffa mengangkat tubuh gembul Zidan dan didudukkan di kursi kemudian mengambilkan semangkuk Bubur Ayam untuk anak itu.

"Bagaimana?" tanya Raffa melihat Zidan menyuapkan sesendok bubur itu ke dalam mulutnya.

Manik mata Zidan berbinar. "Seperti biasa, enaaak!" ucapnya bersemangat bersamaan dengan acungan jempol untuk Raffa.

"Siapa chefnya?"

"Kak Laffa!!"

Raffa tertawa renyah. Tangannya bergerak mengusak rambut sang adik. Selama ini penghibur dikala kesedihannya adalah Zidan. Adiknya itu selalu membuatnya bahagia setelah kepergian sang Ibu 4 tahun lalu. Zidan adalah sumber kebahagiaannya. Walau begitu, sejujurnya Raffa masih belum bisa menjadi kakak yang baik untuk Zidan.

Disaat ulang tahun anak itu, Raffa hanya bisa memberinya kue dan itupun buatannya sendiri. Ulang tahun ke-3 Zidan, Raffa membuat kue gosong dan Zidan sama sekali tidak memprotes. Malahan anak itu berusaha menghibur Raffa agar tidak bersedih atas kegagalannya. Berakhir keduanya pun menonton kartun bersama di depan televisi.

Anak seusia Zidan mungkin senang oleh mainan robot atau mainan yang dimainkan oleh anak laki-laki pada umumnya. Tapi Raffa tidak mampu membeli itu semua, dikarenakan uang yang ia dapatkan untuk Zidan masuk taman kanak-kanak.

Zidan selalu menolak dengan alasan berhemat supaya Raffa tidak pulang malam terus. Jika mengingat itu semua, Raffa ingin sekali menangis. Zidan selalu ada untuknya, dia sangat mengerti dirinya.

"Baiklah, ayo berangkat. Saat di sekolah, Nono tidak boleh nakal ya?"

"Mengelti!"

Raffa berjongkok menyetarakan tinggi badannya dengan sang adik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raffa berjongkok menyetarakan tinggi badannya dengan sang adik. "Bergaul dengan teman yang baik, oke? kalau ada anak nakal harus apa?"

"Belikan nasehat yang baik."

Raffa mencium pipi Zidan. "Pintar. Kakak pergi ya? saat pulang sekolah tetaplah di kelas. Jangan kemana-mana sebelum kakak muncul menjemputmu."

Zidan mengangguk paham. Anak itu melambaikan tangannya kepada Raffa. Setelah itu Zidan masuk ke dalam kelas, mengamati tempat barunya yang begitu menarik perhatian. Ia duduk di kursi kosong dekat jendela barisan ke dua dari depan.

Teman-teman barunya begitu berisik dan Zidan tidak suka kegaduhan. Anak itu memilih diam sembari memandang lagi dekorasi kelas yang membuatnya terkagum-kagum.

"Hai." Salah satu anak laki-laki menyapa. Mempunyai senyuman indah dan bermata bak kelinci menggemaskan.

"Hai," balas Zidan.

"Namaku Nakula, namamu siapa?"

"Zidan."

Nakula tersenyum sumringah lalu mengambil tangan kanan Zidan untuk dijabat tangannya. "Kau sangat lucu," ucapnya heboh. Zidan hanya bisa tersenyum hingga sepasang matanya membentuk lengkungan yang menarik.

"Woah!" kagum Nakula. Jemarinya menyentuh kelopak mata Zidan lalu berteriak kencang memanggil teman-temannya.

"Teman-teman, lihat! Matanya ikut senyum! Kereeenn!"

Sekitar dua anak laki-laki menghampiri meja Zidan. Anak itu tersenyum lalu menyapa kedua anak yang menatapnya kagum.

"Halo, namaku Zidano Halmahera."

"Hei, bagaimana bisa matamu seperti itu?"

"Aku mau, hueee~"

"Nah Zidan, kenalkan, dia Ali." Nakula menunjuk salah satu anak laki-laki bertubuh tinggi. "Dan dia Sandi," lanjut Nakula sembari menunjuk anak laki-laki yang berdiri di sebelah Ali.

Zidan pun mengangguk paham. Mereka teman pertamanya dan Zidan sangat bahagia. Akan ia ceritakan kepada Raffa selepas kakaknya itu kembali.

"Kita punya teman baru sekarang, yeaaay!" jerit Sandi.

"Kita punya teman baru sekarang, yeaaay!" jerit Sandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana tipe pasanganmu nanti, Raff?"

Raffa mengerutkan kening mendengar pertanyaan konyol yang dilontarkan oleh Hassan untuknya. "Kau mau tahu?" tanya Raffa yang dibalas anggukan penuh semangat dari Hassan. "Yang jelas bukan dirimu."

Hassan tak menunjukkan ekspresi apapun. Raffa langsung tertawa sambil memukuli lengan Hassan. Sungguh, menyenangkan sekali mengerjai temannya itu.

"Aku bahkan belum memikirkan pasangan. Aku tidak tahu harus menikah dengan laki-laki atau perempuan, yang jelas akan aku pikirkan setelah mendapat pekerjaan tetap dan bisa mengumpulkan uangku sendiri."

"Apakah aku masih ada kesempatan?" Hassan menatap Raffa serius.

"Berusahalah," ujar Raffa disertai kekehan ringan lalu menutup buku seninya dan pergi dari perpustakaan. Hassan masih berdiam diri di tempat. Pandangannya berubah menjadi kosong bersamaan dengan pikiran yang berseliweran.

"Baiklah, kau bisa!" gumamnya menyemangati diri sendiri. Ia beranjak menyusul sang pujaan hati.

Baby NonoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang