Raffa mengangkat pergelangan tangannya guna melihat jam berapakah saat ini. Ujung kedua bibir itu membentangkan sebuah senyuman kecil. Meregangkan seluruh tubuhnya yang kaku tanpa melunturkan ekspresi bahagia di wajah yang tampak cantik.Malam ini Zidan berulang tahun.
Seharian Raffa bersikap acuh kepada Zidan, mengabaikan panggilan manja dengan berpura-pura menyibukkan diri. Padahal kenyataannya, Raffa sedang mempersiapkan kejutan untuknya. Mengingat itu sudah membuat Raffa tergelak tawa lantaran kejadian tadi pagi saat sebelum berangkat sekolah.
"Kak."
Raffa tak menanggapi panggilan Zidan dan terus menyusun beberapa piring dan mangkuk di atas meja.
"Kaaaak!"
Raffa tetap tidak menggubris seolah Zidan tidak ada di sana. Raffa juga menampilkan ekspresi datar yang mana membuat Zidan takut jika kakak tercintanya itu tengah merajuk padanya.
"Sebenarnya kau ini kenapa, kak? Apa yang membuatmu mengacuhkanku sejak tadi? Jika aku punya salah, tolong katakan agar aku tidak mengulanginya lagi."
Raffa meraih ponselnya yang tergeletak di pinggir meja. Berpura-pura ada seseorang yang menelepon lalu meninggalkan ruang makan sambil menahan tawa. Zidan memandang sendu punggung kecil yang meninggalkannya pergi. Entah apa yang membuat calon istrinya itu bersikap dingin hari ini.
Sekembalinya Raffa, ia melihat Zidan yang diam sembari memakan makanannya. Tampak tidak berselera. Bahkan remaja tampan itu hanya mengaduk-aduk makanannya. Raffa ingin sekali mentertawakan raut wajah yang di tunjukkan Zidan, tapi ia teringat bahwa ia sedang menyiapkan kejutan untuk adiknya itu.
"Makan dengan benar, jangan hanya diaduk-aduk." Raffa bersuara lalu duduk di hadapan Zidan. Remaja itu mengangkat kelopak mata sipitnya, memandang sayu sang kakak.
"Jangan seperti ini, kak, kau membuatku takut. Apa kesalahan yang aku perbuat sampai kau mengacuhkanku, katakan?"
"Tidak ada."
"Kaaakk!"
Raffa diam memakan makanannya. Mengabaikan Zidan yang semakin menekuk wajahnya kesal. Dalam hati, Raffa sangat puas bisa mengerjai Zidan. Sekali-kali untuk hiburannya sendiri, karena Raffa sudah jarang menjahili Zidan apalagi melihat remaja itu kesal. Biasanya Zidan yang membuatnya jengah.
"Raf, pak Tio memanggilmu ke ruangannya."
Raffa mengangguk kepada perempuan cantik yang memberitahunya. "Terima kasih, Chantika."
Perempuan bernama Chantika itu mengangguk dan kembali ke mejanya. Raffa menata beberapa map berisikan data penjualan barang elektronik dari perusahaan milik Ayahnya Tio.
Sebelumnya, saat pertama kali Raffa bekerja di perusahaan ini, direktur utama yang pertama kali Raffa lihat memegang alih perusahaan adalah Ayahnya Tio sendiri. Namun keesokannya Raffa melihat Tio datang memakai jas formal membalut pas tubuhnya.
Padahal saat itu Tio sangat ogah-ogahan berurusan di dunia bisnis. Tio sendiri yang mengatakan itu pada Raffa saat mereka masih di bangku kuliah. Tetapi entah mengapa Raffa dikejutkan oleh kehadiran Tio yang menjabat sebagai direktur utama menggantikan posisi Ayahnya.
Raffa beranjak dari kursinya membawa berkas ke ruang direktur utama yakni Tio. Saat sudah sampai di depan pintu berwarna putih gading, Raffa mengetuk beberapa kali hingga terdengar suara Tio yang menyuruhnya untuk masuk. Dibukalah pintu tersebut sampai pemandangan pertama kali yang Raffa lihat adalah Tio sedang duduk di kursi kebesarannya sambil memfokuskan perhatiannya pada laptop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Nono
FanfictionBagaimana perasaanmu saat seorang ibu tiba-tiba menyerahkan anaknya kepada orang asing? Itulah yang Raffa alami. ©Lillavias