Mata Luna blingsatan. Bagaimana cara mengatakannya .... Ini sedikit mengagetkan.
Untuk mempersingkat waktu, mari langsung saja ke tempat kejadian di mana ruang kosong antara wajah dua insan tak lebih dari satu jengkal. Kronologinya berawal dari Rendi yang serta-merta mendekat guna mengatasi si mungil dan "apaan, sih ini seatbelt-nya susah banget! Lo, sih minta dibeliin mobil jelek kayak begini!"-nya yang terproses sebagai hinaan di saraf otak Rendi si murid peringkat nomer wahid seantero sekolah. Omelan Luna itu mengganggu, belum saja dicantumkan berapa banyak umpatan yang terlontar dari mulut minimalisnya selama kurang dari tiga menit.
Maka ketika Rendi yang hitungannya malah memberi ruang agar bisa dipandang dalam jarak dekat, Luna tentu deg deg ser. Jadi jangan hakimi dia yang secara sadar membiarkan dirinya meneliti paras itu.
Rendi memiliki mata besar yang penuh kerlingan jenaka, hidungnya tidak mancung yang bukan berarti pesek, justeru cenderung kecil dan melancip di ujung. Rambutnya cokelat dan dibiarkan gondrong– Luna penasaran bagaimana hal ini bisa ditolerir oleh pihak sekolah Rendi. Beberapa kali berkunjung ke rumahnya, Luna tahu jika Rendi mewarisi rahang tegas, bibir tipis dan alis tajam itu dari Om Irwan. Sedangkan soal proporsi tubuh, Rendi tampaknya mengikuti Tante Indah, mengingat tinggi Om Irwan nyaris dua meter. Tidak apa, lagipula Rendi masih dalam masa pertumbuhan.
Hanyut dalam kegiatan, Luna tidak menyangka pada napasnya yang memendek. Jangan lewatkan semu di pipi yang berhasil merambat sampai telinga. Demi segala macam sumpah yang ia dengar di drama India, Luna nyaris mati kutu karena di matanya Rendi adalah orang paling ganteng sejagat Nusantara.
"Kok gue baru sadar, ya?"
Seperempat menit kiranya waktu yang terbuang sampai lidah Luna melontarkan, "Sadar dari?"
"Kalo dilihat-lihat ternyata lo lumayan cantik."
Kontan di tempat, Luna kepanasan. Saking merahnya wajah Luna sudah seperti ingin menyaingi kepiting rebus. Dia mempertanyakan apakah mobil jadul tidak memiliki AC sambil gelagapan. Belum sempat bersuara, Rendi lebih dulu menambahi.
"Sebenernya dari dulu lo emang cantik sih, sayangnya udah punya pacar."
"Tapi gue bisa, kok selingkuh sama lo!" Luna mengatakan ini nyaris tanpa berpikir, takut terlewatkan kesempatan. Sudah lupa pada dirinya yang sejak dulu bercita-cita menjadi manusia setia usai dibuat jengkel setengah mati oleh kelakuan orang-orang dengan hati bercabang di setiap novel yang dibaca. Tetapi jika perlu diingatkan, ia dan Aksa tidak terlibat pertalian rasa. Hubungan mereka juga tak ubahnya seperti sayur tanpa garam. Luna pantas untuk mengambil jalan pintas menuju kebahagiaan, karena ia juga yakin tidak ada perasaan macam apa pun dari Aksa terhadapnya.
Rendi terkekeh. "Males, ah. Gue gak mau ada masalah sama pacar lo. Roman-romannya posesif setengah mampus."
"Yah, Ren. Masa gitu aja lo nyerah? Gak asik banget," cemberut Luna, menghadang Rendi dengan netra yang sarat kilau protes.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMIGDALA | Jaemren
Teen FictionDi persimpangan persis dekat rumahnya, Aluna memulai kisah yang tak pernah terbayangkan sama sekali. Menjalin hubungan tanpa ungkapan perasaan bersama cowok sedingin antartika, yang seiring berjalannya waktu tak urung memunculkan sepercik ragu. Ap...