20

422 64 7
                                    

Semalam Luna bertelepon dengan Erina. Kabar insomnia si sahabat kambuh yang berhasil melintas lewat speaker ponselnya, tidak tahu kenapa membuat Luna turut kesulitan meraih mimpi. Seolah-olah terpengaruh, jadwal tidur Luna jadi ikut berantakan. Molor sampai dini hari.

"Jadi Aksa tau ultah gue dari lo?"

"Iyalah."

Sudah Luna kira.

"Lo juga yang milih kuenya?"

"Iya."

Pantas saja sesuai seleranya.

"Kasih tau dong kalian ngapain aja." Suara Erina terdengar penuh godaan. Terbayang di benak Luna seperti apa wajah menjengkelkannya.

"Nggak ngapa-ngain."

"Aduh bohong banget. Dikasih kue, dibeliin kalung mahal, dibawain bunga, mustahil nggak kejadian apa-apa. Gue tau banget ya, kamar lo pasti dikunci dari dalem. Mana satu-satunya di lantai dua. Desahan lo kedengeran sampe sini, asal lo tau."

Luna mendengus. "Otak lo abis diisi bokep berapa jilid?"

"Nggak tau sih. Tadi dari abis makan malem gue langsung matengin link yang dikasih si Aksa."

"Hah? Serius lo?" Yang benar saja.

"Nggak. Hehe. Katanya nggak baik buat otak. Takut saraf gue makin kena."

Mendengar suara bete Erina, hanya menggeleng heran yang bisa Luna berikan sebagai reaksi– tidak peduli kalau orang di seberang tidak bisa melihatnya.

Pintu balkon kamar Luna dibentangkan lebar-lebar. Setelah berdamai atas segala hal yang bersangkut-paut dengan malam waktu itu, mungkin sudah saatnya dia melangkah ke tahap berikutnya; membiarkan hawa malam menjejaki kamar.

Satu dehaman masuk ke telinga. Luna paham betul sinyal ini. Pembicaraan selanjutnya akan serius.

"Sebenernya gue udah mulai ngantuk, tapi gue penasaran kenapa lo bisa dihukum sampe segitunya. Kak Radin udah nggak ada, mustahil lo bakar apartemen lagi kayak waktu esempe."

Luna mendengus, lagi. "Nggak sengaja."

"Lo sengaja," Erina tangkas memotong, tidak setuju. "Gue tau betul lo nggak bakal sukarela dihukum kalo posisinya nggak bersalah. Jelas-jelas waktu itu lo–"

"Iya, iya, gue sengaja. Puas?"

"Nggak. Sebelum lo ngasih gue spoiler tentang apa yang terjadi di kamar lo tadi."

Luna mendecih kali ini. Erina mengancam untuk apa. Tidak ada yang bisa Luna bagikan dengannya. "Nggak terjadi apa-apa Eer."

"Monyet!" Erina menyambar. Luna tertawa setelah membuat si cewek kesal. "Lo tuh bisa nggak sih jangan manggil gue pake sebutan yang aneh-aneh? Sialan."

"Itu artinya gue serius."

"Demi apa?"

"Demi rambut nenek Tapasya."

"Wkwkwk. Oke."

"Dih. Ketawa lo jelek."

"Biarin. Jangan ngalihin pembicaraan. Jawab dulu kenapa bisa dihukum."

"Siapa yang ngalihin pembicaraan?" Erina sendiri yang memcampur dua topik sekaligus.

"Elo. Udah deh nggak usah banyak bacot. Cepet jawab."

Luna mencebik. Erina yang tidak dalam mode main-main memang sedikit menakutkan.

"Jadi dua hari lalu tuh, kan di rumah gue ada pesta buat perayaan si kutukupret Nita yang abis menyelamatkan dunia. Nah–"

AMIGDALA | JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang