11

401 63 2
                                    

Adakah mantra melenyapkan diri yang dapat dipelajari secara kebut-kebutan? Luna sedang sangat membutuhkannya sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adakah mantra melenyapkan diri yang dapat dipelajari secara kebut-kebutan? Luna sedang sangat membutuhkannya sekarang.

"Gak mau."

"Gue nggak minta persetujuan lo."

Kalimat Aksa yang terkesan dingin mempercepat tanduk imajiner di kepala Luna tumbuh sempurna. Si mungil berkostum hoodie ngedombreng menatap sengit Aksa dari kursi samping. "Apa gue ini benda mati di mata lo?"

"Bukan. Lo manusia. Lo Luna. Lo pacar gue."

Anjir.

Jangan harap Luna terkesan karena Aksa harusnya tahu, jika itu menyangkut Tia, maka tak ada celah untuk menawar. Sungutnya, "Iya, gue emang pacarnya lo. Pacarnya Aksa si paling pengertian segalaksi Bimasakti."

Kemudian mendengus keras. Tidakkah Aksa paham kalau seberapa berharga pun Tia dalam hidupnya, bukan berarti Luna juga akan menghargainya. Luna akan tetap tidak suka sekalipun Tia semanis nira di dunia Aksa. Karena di dunia Luna, Tia tidak lebih dari permen asam yang membuat perutnya mulas.

"Oya? Kapan hari lo bilang gue egois."

Itu tau! Luna membalas Aksa dengan mendumal dalam hati. Ia kepalang kesal dan hal itu membuatnya tidak bisa meledak-ledak seperti biasa. Toh, percuma juga. Dengan melibatkan Luna tanpa merasa pendapatnya penting, Aksa jelas menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak peduli.

"Gue turun dulu bentar."

Sembari masih cemberut, Luna melirik tempat yang menarik Aksa untuk menepi. Minimarket.

Wah. Perhatian sekali dia.

Ingin membelikan oleh-oleh ceritanya?

Berhubung tidak diminta turut serta masuk ke ruangan ber-AC itu, Luna tetap diam sambil mendekap segunung amarah yang berhasil dikumpulkannya. Tinggal menunggu waktu hingga ia limpahkan pada Aksa. Luna sudah bertekad, lihat saja.

"Boleh pinjem uang dulu nggak, Lun?"

Sungguh kurang ajar. Aksa menemuinya bukan untuk menawari sesuatu? Sebatang es krim misalnya? Tidakkah dia merasakan hawa yang amat gerah ini?

"Ada nggak? Tiga ratus ribu. Tar gue ganti."

Alhasil Luna mendelik, menunjukan ketidakrelaan yang begitu besar. Kasar ia serahkan apa yang cowok itu minta.

Tanpa memberi apresiasi macam apapun, Aksa setengah berlari dari sana. Ia bahkan tidak untuk sekadar berterimakasih. Sialan. Luna penasaran kenapa dia mesti terjebak dengan manusia seperti Aksa dan mulai kembali menimbang opsi untuk memutus tali hubungan. Lagipula tidak ada yang dapat ia hasilkan dari kemampuan Aksa. Justeru lihatlah, malah merugikan pihaknya.

Suara grasak-grusuk mengetuk pendengaran sebagai tanda atas dua kantung besar yang kini menempati kursi bagian belakang. Mayoritas isinya tampak sebagai camilan dan makanan ringan. Masih tanpa menghiraukan Luna, Aksa kembali menjalankan mobil.

AMIGDALA | JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang