PART 50

1.5K 223 52
                                    

Karena Part kemarin ada 100 vote lebih. Oke hari ini aku up lagi yaks.
Terima kasih yang udah dukung Rafael-Kalila.

Jangan lupa Follow AUTHORNYA sebelum baca bagi yang belum. Tap bintang juga tong poho.

Happy reading Gaes!

________________

"Gila, gue udah  kayak jojoba beneran sekarang," ujar Ersa saat mengantre tiket di salah satu cinema XXI di bilangan Jakarta Selatan bersamaku.

Aku mencibir. "Bukannya lo emang jojoba dari dulu?"

"Dulu gue jones, sekarang setelah status lo nggak beda ama gue, pangkat gue naik dikit jadi jojoba." Kemudian dia tertawa nyebelin.

"Kalau gue tembak Milan, gimana?" Alisku bergerak-gerak saat menanyakan itu.

"Astaga. Lo jangan rusak dia, Lil. Masa depannya masih panjang. Masa dia harus jalan sama tante-tante, sih."

"Sialan! Gue masih kinyis-kinyis gini dibilang tante-tante. Lagian gue cocok kali jalan sama dia, muka gue imut gini."

Ersa memutar bola matanya. "Jangan php-in anak orang kasihan."

"Siapa yang php-in? Orang cuma ngajak jalan doang. Lagian nggak mungkin juga kan Milan suka beneran ama gue, ngaco."

"Kalau beneran gimana? Dari dokter mateng dan bos ganteng, sekarang malah larinya ke brondong."

"Brondongnya juga cakep kayak oppa-oppa korea gitu."

"Iya, tapi sayang seleranya mbok-mbok Juminten kayak elo."

"Setelah Saminah, sekarang Juminten. Nama udah bagus gini main ganti sembarangan. Dasar Markonah lo."

Setelah mendapat tiket, kami beriringan masuk studio. Aku nggak mau nonton film roman yang mengharu biru. Itu cuma bikin hatiku tambah melow. Maka, aku pilih menonton film komedi. Berharap bisa tertawa sampai perut sakit.

***

Setelah menonton, aku dan Ersa makan di salah satu restoran aneka seafood. Ini salah satu restoran favoritku kalau memang sedang jalan-jalan ke sini. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mampir ke sini. Kepiting baladonya enak banget. Aku pernah sekali makan di sini bersama Wishnu. Tapi itu dulu, mungkin sudah setahunan lebih.

Aku memesan Kepiting balado, sementara Ersa memesan menu udang. Kami tidak memiliki alergi makanan. Jadi, semua jenis makanan enak bisa kami lahap.

Citra rasa sambal baladonya itu mantap buatku yang sangat suka pedas. Aku yakin kalau Rafael tahu, dia akan mengomel sepanjang jalan aku makan dan akan mengakibatkan telingaku berdengung setelahnya.

Bola mataku mengedar saat sedang asyik menyeruput bumbu yang terselip di tulang capit kepiting. Makan dengan mata jelalatan seperti ini jarang sekali aku lakukan. Tapi, sekarang aku mengerti kenapa tiba-tiba saja mataku mendadak ingin bergerak ke mana-mana. Di tengah edarannya, mataku menangkap bayangan seseorang yang beberapa bulan ini sudah tidak pernah aku lihat lagi. Aku sampai harus melepaskan capit Kepiting demi memastikan penglihatanku tidak salah mengenali orang. Kontan aku berdiri dan setengah berlari aku menghambur keluar restoran, padahal tanganku masih belepotan bumbu balado kepiting.

Tapi terlambat. Aku hanya bisa melihat punggungnya yang makin menjauh. Bisa aku lihat punggung itu tidak sendiri, ada punggung lain di sebelahnya. Yang nampaknya saling berdempel akrab.

"Lo liat apaan, sampai lagi makan lari-lari gitu?" tanya Ersa saat aku kembali ke meja.

"Gue kayaknya tadi liat Wishnu deh, Sa."

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang