Part 53

1.5K 231 18
                                    

Kalila up lagi ya! Thx ya yang masih mau mantengin lapak ini.

Sebelum baca tap bintang dulu ya.
Dan jangan lupa follow AUTHOR-nya juga. Biar up terus sama nih novel.

Happy reading
______________

SATU TAHUN KEMUDIAN

Kafe Ersa tampak ramai. Aku baru saja turun dari ojek online yang mengantarku. Terburu-buru aku menuju ruangan Ersa. Beberapa hari belakangan Ersa lagi susah dihubungi. Bahkan diajak jalan weekend saja sulit. Entah apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Mungkin karena perasaannya yang masih digantung oleh Dokter Ananta. Setahuku Ersa tetap melanjutkan misinya untuk mendekati dokter itu.

Ketika aku membuka pintu ruangannya, dia terlihat melamun menghadap ke jendela. Entah apa yang menarik di sana sampai kehadiranku saja tidak dia sadari.

"Gue pikir lo sibuk apa, ternyata cuma sibuk melamun doang. Susah banget sih gue hubungi elo. Percuma punya gadget keren kalau ditelepon aja susah."

Ersa langsung memutar badan dan berdecak sebal. Ia lalu kembali menuju kursi kebesarannya.

"Gue lagi badmood."

"Soal dokter Ananta lagi?"

"Siapa lagi? Baru gue temui orang yang super nggak peka kayak dia. Gue mesti gimana lagi sih, buat nunjukin kalau gue itu suka sama dia? Tiap hari gue nggak pernah telat kirimi dia makan siang. Kadang, gue tiba-tiba muncul di hadapannya. Dia itu gimana yaa.... Gini loh, dia seolah menerima kehadiran gue tapi nggak ngeh juga kalau gue minta ditembak banget." Ersa mengerang frustrasi.

"Mati dong!"

"Lila, gue serius," hardiknya jengkel.

Aku tertawa. "Sori, mungkin dia sudah punya pacar."

"Nggak mungkin. Orang kalau weekend gue jalan kok sama dia. Ops!"

Aku terbeliak. "Oh, jadi karena dokter Ananta lo udah nggak pernah mau lagi gue ajak hang out."

Ersa meringis. "Sorry, Lil. Gue kan lagi berusaha pedekate sama dia. Siapa tahu dia peyumbang tulang rusuk gue yang selama ini gue cari."

"Ya udah sih. Lo aja yang bilang cinta dulu ke dia. Repot amat," cetisku akhirnya.

Ersa memandangku curiga. "Emang boleh?"

"Lah kenapa enggak?"

"Gue takut ditolak."

"Itu kan sudah menjadi suatu kemungkinan. Kalau nggak diterima ya ditolak."

"Jangan matahin gue dong."

"Makanya daripada mati penasaran mending lo tembak dia langsung. Lagian nggak ada alasan juga buat dia nolak elo. Kecuali dia udah punya calon bini."

Yups, meskipun Ersa bawel, dia itu cantik. Nggak cantik-cantik banget sih. Ya standarlah. Kalau pun digandeng buat teman pergi kondangan nggak akan malu-maluin. Aku meringis membayangkan mereka bergandengan tangan pergi kondangan.

"Lo serius Ananta nggak hubungi elo?" tanya Ersa lagi membuat keningku kontan mengerut.

"Buat apa dia hubungi gue?"

"Mungkin aja kan dia diam-diam suka sama lo."

Aku geleng-geleng. "Nggak tuh."

Sedikit bohong tak masalah, 'kan? Di awal-awal setelah perkenalan kami, sempat beberapa kali Ananta menghubungiku. Cuma karena sering aku abaikan, dia mungkin lelah dan berhenti menghubungiku. Aku nggak nyangka sih pada akhirnya justru Ersa yang mendekati Ananta. Ah, obsesi memiliki pasangan seorang dokter masih saja berlanjut.

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang