PART 21

2.4K 253 17
                                    

Aku baru turun dari ojek saat mataku menangkap mobil Rafael melintas memasuki halaman restoran. Ternyata dia datang.

Setelah membayar ongkos, aku merapikan rambut yang sedikit berantakan terkena angin karena naik ojek tadi. Malam ini aku membiarkan rambut panjangku tergerai.

Tidak ada dress code khusus untuk undangan makan malam ini. Dan Via juga bilang bahwa ini makan-makan biasa yang dihadiri hanya oleh teman-teman kantor. Jadi, aku hanya mengenakan blouse gelap yang lengannya berbahan tile dipadu dengan celana semi kulot tiga perempat.

Saat memasuki halaman restoran, aku melihat Rafael baru keluar dari mobilnya. Dia pun terlihat sangat santai mengenakan kemeja flanel yang lengannya digulung hingga siku serta celana jins. Rambut yang biasanya dia sisir rapi ke belakang, dibiarkan sedikit acak-acakan, tapi itu malah membuatnya semakin tampan. Tingkat terpesonaku padanya naik drastis. Aku nyaris memandangnya tanpa berkedip. Hingga ....

"Kalila!"

Aku langsung sadar begitu seseorang yang menjadi pusat perhatianku menyadari keberadaaanku. Bodoh.

Aku berdehem sejenak menetralisir rasa gugup, karena sekarang Rafael tengah berjalan mendekat ke arahku. Kenapa dia tidak langsung masuk ke dalam saja sih?

"Kalila, saya kira kamu sudah ada di dalam."

"Saya baru sampai, Pak."

"Tau gitu tadi kita bareng aja ya."

Aku tersenyum kikuk. "Kita langsung masuk saja ya, Pak. Yang lain pasti sudah menunggu."

Rafael mengangguk, lantas kami memasuki restoran beriringan. Dan, benar saja. Meja reservasi Via sudah penuh oleh anak-anak divisi keuangan. Mereka menyambut kami antusias.

"Wah yang ditunggu akhirnya datang juga." Seperti biasa Farhan yang pertama kali berkomentar.

"Terima kasih Pak Rafael sudah mau datang ke sini," ucap Via, Rafael hanya mengangguk dan tersenyum.

Ada dua kursi yang kosong. Di samping Farhan dan di sebelah Agus. Aku lantas mengambil tempat duduk di sebelah Agus yang memang berjarak paling dekat dengan tempatku berdiri.

Tapi kemudian, tiba-tiba Agus berdiri dan ....

"Pak Rafael duduk di sini saja. Biar saya yang di sebelah Farhan."

Maksud Agus apa, ya? Diam-diam aku melirik Farhan dan Via. Mereka sedang menahan senyum. Kurang ajar.

"Memang nggak apa-apa?" tanya Rafael.

"Oh nggak papa, Pak. Silahkan." Agus tersenyum simpul lalu bergeser ke kursi dekat Farhan.

"Oke, kalau gitu terima kasih, ya," ucap Rafael mengulas sedikit senyum.

Posisi Agus pun berganti dengan Rafael di sampingku. Hidungku seketika menghidu aroma maskulin yang menguar dari tubuh Rafael yang begitu dekat denganku. Dan sialnya, jantung tak tahu diri ini mulai berdentuman lagi.

Setelah kami duduk, beberapa pelayan restoran satu per satu menyajikan menu makanan. Ternyata Via sudah terlebih dulu memesan semua menunya. Jadi, nanti kami tinggal pilih menu yang kami ingin.

Baguslah, aku tidak perlu menunggu lama lagi karena aku juga tidak ingin berbasi-basi selama menunggu makanan tiba. Terutama dengan Rafael.

"Kita benar-benar makan besar, Gengs," seru Agus antusias.

"Oke, kalian bisa makan sepuasnya. Kalau kurang boleh nambah lagi kok." Via berujar.

"Kalau bungkus boleh nggak, Vi?" tanya Agus nyengir.

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang