PART 4

4.2K 400 24
                                    

"Li, dipanggil Pak Rafael ke ruangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Li, dipanggil Pak Rafael ke ruangannya."

Aku berjengit. Pertemuan tadi sudah membuatku kebat-kebit. Sekarang aku harus menemui Rafael di ruangannya.

"Ada apa emangnya Vi?" tanyaku pada Via, teman sebelah mejaku yang tadi memberitahukan itu.

"Mana gue tau. Mau kasih lo bonus kali." Via cekikikan.

"Bonus pale lo!"

Aku berdiri mendorong kursiku. Pikiranku sibuk menerka-nerka. Mungkin Rafael mau minta laporan bulanan. Tapi itu tidak mungkin sekali, deadline masih lama. Atau dia tiba-tiba mau say hello karena lama tidak jumpa. Kali aja dia rindu gitu. Plak! Rasanya ingin kutempeleng kepalaku sendiri.

Aku mengetuk pintu ruangannya. Berani mendorong pintu saat suara dari dalam mempersilahkan masuk. Pelan aku mendekati meja kerjanya. Penghuninya nampak sibuk membolak-balik berkas dengan muka yang nampak serius.

"Bapak memanggil saya?" tanyaku.

Dia hanya menjawab dengan gumaman tanpa menoleh ke arahku. Astaga, dulu sepertinya dia tidak sedingin ini. Apa dia memang tidak mengingatku ya? Sadar sih, apalah aku ini. Tapi masa iya dia tidak mengingatku sama sekali?

"Ada perlu apa ya, Pak?"

"Duduk," perintahnya.

Dia membubuhi tanda tangan lalu menutup berkas itu. Kini matanya lurus menatapku dengan kedua tangan yang dia lipat di atas meja. Aku menelan ludah gugup. Menunduk, tidak sanggup beradu pandang.

"Kamu tahu kesalahanmu?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Saya minta maaf, Pak."

"Saya nggak suka ada staff saya yang kurang disiplin. Apalagi suka terlambat. Kamu tau berapa banyak kerugian perusahaan hanya untuk menggaji karyawan yang tidak disiplin?"

Emang itu penting buat saya Pak?

Mungkin kepalaku akan disleding kalau aku keluarkan kata-kata itu. Alhasil aku hanya bisa menunduk.

"Maaf Pak, saya janji tidak mengulangi lagi."

Kulihat Rafael memundurkan badan. Bersandar pada sandaran kursi kebesarannya.

"Kamu mau potong gaji atau dihukum?"

Ebuset. Kenapa bawa-bawa gaji? Itu hal sensitif bagi karyawan kecil macam aku.

"Dihukum aja Pak. Saya harus apa,Pak?" jawabku spontan. Aku tidak rela kalau harus potong gaji. Kejam banget sih Rafael.

Kulihat ada senyuman samar dari sudut bibirnya. Aku harap hukumannya tidak memberatkan.

"Kamu bersihkan dan rapihkan ruangan ini."

Pandanganku spontan mengedar ke segenap penjuru ruangan ini. Apanya yang perlu dibersihkan? Dan ruangan ini sudah terbilang sangat rapi. Tiap pagi OB tidak pernah lupa membersihkannya.

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang