PART 38

2.1K 217 42
                                    

Setelah mobil Rafael pergi, aku baru memasuki halaman rumah. Sambil bersenandung senang, aku membuka pagar. Tante Vira  jaga malam, jadi tidak akan ada yang mengomel panjang lebar karena aku pulang telat. Mbok Marimar juga sudah aku bawakan makanan. Aku tersenyum bahagia.

Namun, senyumku tak berlangsung lama saat mataku menangkap sepasang sepatu hitam berada di ujung anak tangga. Aku tercekat, langkahku juga terhenti tiba-tiba. Bukan hanya sepatu saja, tapi sepasang jenjang kaki yang memakainya juga turut serta ada di sana. Berpijak tegak pada ujung anak tangga landai di depan rumah.

"Jadi, ini alasan kamu tidak mau mengangkat teleponku seharian?"

Deg! Saat itu juga jantungku seolah berhenti berdetak. Aku  bisa melihat jelas sosok Wishnu berdiri menjulang dengan sorot mata yang menghujam. Rahang tegasnya mengetat dengan kedua tangan mengepal erat di kedua sisi tubuhnya.

"M-Mas Wish-nu." Tenggorokanku rasanya tercekik. Seperti sedang menelan duri-duri tajam, aku mendadak tidak bisa bersuara lantang.

"Haruskah dengan cara seperti ini kamu ingin lepas dariku, Lila?"

Mendengar itu, dadaku berdenyut nyeri. Nadanya sangat lirih, namun sanggup membuat hatiku perih.

"Aku selalu mencoba mengerti alasan kamu nggak mau terburu-buru menikah. Aku pikir karena memang kamu beneran belum siap. Tapi ternyata...." Ada jeda yang membuat mataku terpejam sakit. "Yang aku lihat malam ini sudah menjelaskan semuanya."

Aku menunduk, tidak berani mengangkat wajah. Sedang mataku sudah terasa panas. Di sini aku yang bersalah, menyakitinya. Tapi kenapa aku yang sedih? Aku merasa kecewa pada diriku sendiri.

"Mas... Aku...."

"Kalila!"

Kepalaku memutar saat mendengar suara Rafael.  Cukup terkejut melihatnya ada di sini. Bukankah tadi dia sudah pergi? Ya Tuhan, kalau boleh aku meminta, tolong cabut nyawaku sekarang juga.

Sepertinya Rafael menyadari situasi yang sedang aku hadapi. Wishnu membuang muka saat Rafael mendekat. Kenapa di saat seperti ini Rafael kembali?

"Ada apa, Kalila?" tanya Rafael, bingung. Netranya memandangku dan Wishnu bergantian.

Ini di luar dugaanku. Dua laki-laki yang terlibat asmara denganku berdiri saling berhadapan dalam waktu yang sama. Apa yang harus aku lakukan?

Mata Wishnu memerah. Seakan siap meluntahkan segala amarahnya. Dan aku belum pernah sekali pun melihat wajah Wishnu yang seperti itu.

"Bagus, sekarang bahkan dia berada di sini. Apa yang akan kamu katakan padaku, Lila?"

"Mas, aku—"

"Sebentar, Kalila, apa dia?" Rafael bertanya dengan mata melebar. Mataku memejam, mengangguk, dan membenarkan dugaannya.

Dia mengangkat sedikit sudut bibirnya, aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya sekarang. Namun, sejurus kemudian dia mendekati Wishnu.

"Oh, sori sebelumnya. Akhirnya saya bisa berkesempatan bertemu Anda. Meskipun, timingnya kurang pas. Tapi, mumpung Anda di sini ya jadi saya sekalian saja. Perlu Anda ketahui, saya dan Kalila saling mencintai, saya harap Anda bisa melepas Kalila demi kebahagiaannya."

Rafael dengan mudah mengatakan itu. Sedang kakiku serasa sudah tidak lagi menginjak bumi. Astaga! Sebenarnya apa yang dia lakukan? Aku bisa melihat bagaimana merahnya wajah Wishnu sesaat setelah Rafael berucap.

"Anda tidak punya malu sekali berkata seperti itu. Anda pikir, Anda siapa?" Wishnu meradang.

"Saya adalah pria yang Kalila cintai."

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang