PART 5

4.1K 381 24
                                    

Aku sedang menunggu ojek online saat sebuah mobil merapat mendekati tempatku berdiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sedang menunggu ojek online saat sebuah mobil merapat mendekati tempatku berdiri. Kakiku otomatis melangkah mundur. Dan mobil itu memang tepat berhenti di sampingku. Aku melihat kembali layar ponsel, memastikan bahwa yang aku pesan adalah ojek bukannya taksi online.

"Kalila Sharin!" Aku mendongak dan melihat kaca pintu mobil sudah terbuka memunculkan siapa orang di balik kemudi yang dengan sok kenal memanggil namaku. Mana lengkap banget lagi. Astaga! Ternyata Rafael. Aku buat kesalahan apalagi? Aku bergegas menghampiri mobilnya.

"Iya, Pak. Bapak manggil saya?"

"Iya, aku antar kamu pulang."

"Eh apa?"

"Ayo masuk, aku antar kamu pulang."

Untuk beberapa saat aku terbengong. Antar pulang itu, artinya aku ikut dengannya masuk mobil ini dan duduk berdampingan. Lalu menahan perasaan kebat-kebit dan salah tingkah yang masih belum bisa aku pastikan aman atau tidaknya.

"Oh, nggak perlu,Pak. Saya sudah pesan ojek online."

Dahi Rafael mengerut. "Cancel saja."

"Kasian atuh Pak."

Dan tak lama si ojek pesananku datang. Rafael tiba-tiba turun dari mobil dan menghampiri ojek itu. Eh? Dia mau apa?

"Mas, pesanan atas nama Kalila?" tanya Rafael. Aku cepat-cepat mendekat.

"Iya, Pak. Benar." Si Ojol menjawab.

"Cancel aja Mas. Kalila mau ikut pulang bersama saya."

"Tapi Pak." Aku menyela. "Kasian Abang Ojolnya."

"Baik, saya ganti rugi." Rafael merogoh saku belakangnya lalu dia mengeluarkan selembar uang ratusan ribu dari dompetnya. "Ini cukup?"

Aku menganga tak percaya. Ini berlebihan. Si tukang ojek malah mengambil uang yang Rafael sodorkan.

"Cukup, Pak. Cukup banget. Terima kasih. Mbak kalo pacarnya mau nganter jangan ditolak, kan kasian."

Songong nih orang. Setelah mengatakan itu si ojol berlalu dengan motornya meninggalkan asap yang mengganggu pernapasan.

"Harusnya Bapak nggak perlu melakukan itu." Aku beralih menatap Rafael. Ingin kesal tapi tak bisa. Dia bos di sini. Aku hanya bisa meniup wajahku.

"Katamu dia kasian kalo harus dicancel. Sekarang udah nggak lagi kan? Bisa kamu ikut pulang bareng saya?"

Eh?

Tanpa menunggu aku jawab iya, Rafael membukakan pintu mobil untukku. Niat sekali mengantarku pulang. Tadi saja dimarahin. Sepertinya aku harus waspada. Siapa tahu ada sesuatu yang diinginkan bos baru ini. Aku juga tidak mau dinilai minus lagi. Cukup satu kesalahanku siang tadi.

Dengan sangat terpaksa aku masuk ke dalam mobilnya. Tak lama Rafael menyusul dan mobil pun merambat meninggalkan pelataran menara Sayidah, tempatku bekerja.

In Between 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang